MELURUSKAN SEJARAH PANCASILA

40

MELURUSKAN SEJARAH PANCASILA

Dedenew603

Sekali waktu, tanyakan pada anak-anak kita, “Kapan Pancasila lahir?” Mungkin mereka akan menjawab tegas, “Tanggal 1 Juni!” Jawaban itu tidak mengejutkan. Sebab, memang itu diajarkan di sejumlah buku Pelajaran Kewargaan Negara. Pada 1 Juni 2011, acara peringatan Hari Lahir Pancasila dilakukan secara besar-besaran. Hadir Presiden SBY dan dua mantan Presiden, yakni BJ Habibie dan Megawati.

Alkisah, pada 1 Juni 1945, untuk pertama kalinya, istilah “Pancasila” disebutkan oleh Bung Karno dalam Sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Pada hari itu, di forum BPUPK, Bung Karno mengusulkan rumusan dasar Negara Negara, yang terdiri atas lima sila: (1) Kebangsaan Indonesia (2) Internasionalisme atau Perikemanusiaan (3) Mufakat atau demokrasi (4) Kesejahteraan Sosial (5) Ketuhanan.

Jadi, benar! Untuk pertama kalinya istilah Pancasila diangkat oleh Bung Karno pada 1 Juni. Tapi, faktanya, tiga hari sebelum pidato Bung Karno itu, yakni pada 29 Mei 1945, anggota BPUPK lainnya, Mr. Muhammad Yamin, sudah terlebih dahulu menyampaikan pidatonya yang juga memuat “lima asas” dasar bagi Indonesia merdeka, yaitu (1) peri kebangsaan (2) peri kemanusiaan (3) peri-Ketuhanan (4) peri kerakyatan dan (5) kesejahteraan rakyat.

Tidak ada perbedaan fundamental antara rumusan “lima asas” Yamin dengan “lima dasar” Soekarno. Panjang naskah pidatonya pun sama, yaitu 20 halaman. Karena itulah, B.J. Boland dalam bukunya, The Struggle of Islam in Modern Indonesia (The Hague: Martinus Nijhoff, 1971), menyimpulkan bahwa “The Pancasila was in fact a creation of Yamin and not Soekarno’s.” (Pancasila faktanya adalah karya Yamin dan bukan karya Soekarno).

Bahkan, tentang nama Pancasila sendiri, diakui oleh Soekarno ia mengkonsultasikan nama itu kepada seorang ahli bahasa, yang tidak lain adalah Muhammad Yamin. Dalam buku Sejarah Lahirnya Undang-undang Dasar 1945 dan Pancasila (Inti Idayu Press, 1984) disebutkan, bahwa Soekarno pada tahun 1966 mengakui, kata “sila” adalah sumbangan Yamin, sedangkan kata “Panca” berasal dari dirinya. (Lihat, Endang Saifuddin Anshari, Piagam Jakarta 22 Juni 1945, (Jakarta: GIP, 1997),hal. 18-19). Juga, Restu Gunawan, Muhammad Yamin dan Cita-cita Persatuan, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2005), hal. 48-50).

IMG-20170601-WA0105

Jadi, peringatan kelahiran Pancasila pada 1 Juni dan menyandarkannya pada Bung Karno semata, masih perlu penelaahan sejarah yang lebih serius. Bukti-bukti sejarah jutru menunjukkan, bahwa rumusan Pancasila resmi saat ini, sebenarnya lahir pada 18 Agustus 1945. Oleh sebab itu, lebih tepat jika hari lahir Pancasila disebut tanggal 18 Agustus 1945. Tanggal 1 Juni adalah peringatan Pidato Bung Karno yang mengungkapkan istilah Pancasila, dan bukan Hari Lahir Pancasila, sebagaimana rumusan saat ini.

Bahkan, embrio rumusan resmi Pancasila sebenarnya sudah ditetapkan oleh Panitia Sembilan BPUPK, yaitu Pancasila versi Piagam Jakarta (Pembukaan UUD 1945). Bedanya dengan rumusan resmi, hanya terletak pada “tujuh kata” pada sila pertama, yaitu “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”

Adil dan beradab
Jadi, Pancasila sebenarnya bukanlah rumusan seorang Bung Karno sendirian. Pancasila saat ini adalah hasil kesepakatan tokoh-tokoh bangsa yang memiliki berbagai aspirasi ideologis, termasuk para tokoh Islam yang tergabung dalam Panitia Sembilan di BPUPK, yaitu KH Wahid Hasyim, Haji Agus Salim, Abikoesno Tjokrosoejoso, dan Abdul Kahar Muzakkir.

Tokoh Masyumi, Mr. Mohamad Roem pernah mengingatkan kekeliruan pengkultusan seseorang dalam soal perumusan dan pemaknaan Pancasila.

Di masa Orde Lama (1959-1965), pemikiran Soekarno banyak dijadikan sebagai tafsir baku terhadap Pancasila. Soekarno ditempatkan sebagai penafsir tunggal atas Pancasila. Padahal, menurut Mr. Mohamad Roem, Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, bukan lagi merupakan pikiran Soekarno semata. Ia telah merupakan buah pemikiran para anggota BPUPK, khususnya yang tergabung dalam Panitia Kecil (Panitia Sembilan). (Dikutip dari makalah Mohamad Roem, Lahirnya Pancasila, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977).

Tentu saja, ada perbedaan mendasar antara rumusan Pancasila versi 1 Juni 1945 dengan Pancasila rumusan resmi saat ini. Ambil contoh rumusan sila kedua. Rumusan Soekarno (Internasionalisme atau Perikemanusiaan) maupun Yamin (perikemanusiaan), sangat berbeda dengan rumusan resmi: Kemanusiaan yang adil dan beradab.

Rumusan resmi itu membuktikan, bahwa Pancasila tidaklah berasal dari zaman pra-Islam. Sebab, istilah “adil” dan “adab” baru dikenal oleh seluruh manusia di wilayah Indonesia dan Nusantara, setelah kedatangan Islam. Kata “adil” dan “adab” termasuk sebagian dari istilah-istilah pokok dalam Islam yang dipahami secara universal oleh kaum Muslimin di mana pun (Islamic basic vocabularies). Sama dengan istilah “hikmah” dan “musyawarah”.

Jika belum yakin dengan paparan ini – dan anda masih percaya bahwa Pancasila adalah produk asli bumi Indonesia dari zaman pra-Islam — silakan mencoba menerjemahkan seluruh sila Pancasila ke dalam bahasa Jawa dan bahasa daerah lainnya!

Jadi, soal kemanusiaan, misalnya, sudah mengalami perubahan mendasar, dengan penambahan kata ”adil” dan ”beradab”. Dalam Islam, adab merupakan konsep pokok yang menentukan jatuh bangunnya suatu masyarakat. Imam as-Syafi’i, pernah ditanya, bagaimana dia mengejar adab. Ia menjawab, ”Aku akan selalu mencarinya seperti seorang ibu yang mencari anak satu-satunya yang hilang.”

Sesuai sila keempat, misalnya, rakyat Indonesia harusnya selalu berusaha mencari bimbingan hikmah; bukan suara terbanyak; bukan bimbingan klenik atau takhayul. Jika para pemimpin Indonesia mau mengamalkan Pancasila, harusnya mereka lebih menerima kebenaran wahyu, ketimbang konsep klenik.

Di era reformasi dan kebebasan saat ini, konon, anak-anak sekolah dan mahasiswa akan kembali disajikan pelajaran Pancasila. Belum jelas benar, “Pancasila” seperti apa yang akan diajarkan di sekolah-sekolah. Orde Lama yang sempat memadukan nasionalis-agama-komunis, telah dikoreksi oleh Orde Baru. Tapi, Orde Baru yang berslogan mengamalkan Pancasila secara murni dan konsekuen pun akhirnya terpuruk.

Kita berharap, pengambil kebijakan tidak keliru memahami dan meletakkan Pancasila pada tempatnya. Pancasila jangan sampai menggantikan peran agama sebagai worldview maupun pedoman amal. Jangan bertanya, apa konsep Tuhan menurut Pancasila. Sebab, konsep Tuhan sudah dijelaskan oleh agama. Juga, jangan lagi menjadikan Pancasila sebagai konsep amal. Jangan pernah bertanya, bagaimana cara makan, minum, dan gosok gigi menurut Pancasila!

Sebagai Muslim, kita nasehati anak kita, “Singkirkan duri di jalan, sebab itu anjuran Rasulullah saw!” Kita tidak menasehati anak kita, “Singkirkan duri di jalan, sebab itu sesuai sila kedua Pancasila.”
Istilah populernya: “Jangan mengagamakan Pancasila dan jangan mempancasilakan agama!” Karena itu, agar tidak salah, belajarlah sejarah! Wallahu a’lam bil-shawab! (***)

Dedenew604

Oleh: Dr. Adian Husaini
(Dosen Pasca Sarjana Universitas Ibn Khaldun Bogor)

Gambar oleh Google dan Patsus Dede Sherman

Share.

40 Komentar

  1. Tanggal sejarah yg memang perlu diluruskan.. tp yg trpnting bgmna mengamalkanny agar bangsa ini Selamat sentosa dr berbgai ancaman dan serangan lawan..

    Rumusan Pancasila adalh karya emas para founding fathers yg mewakli segenap bangsa..

    Setia pada Pancasila dan UUD 45, jayalah negriku

  2. Tulisan yg mak joss. Kalau menurut saya teks pancasila saat ini lebih mirip dgn rumusan piagam jakarta daripada rumusan muh yamin dan sukarno. Piagam jakarta adlh buah karya panitia sembilan yg jg ada dlm pembukaan UUD 1945.

  3. Naga Samudra on

    *Saya Pancasialis*
    — taufiqurrohman syahuri —

    Saya pancasialis maka saya beriman dan taat beribadah
    Saya pancssilais maka ssya tidak sekuler.
    Saya pancasialis maka saya menghormati agama lain.
    Saya pancasialis maka saya menolak propaganda paham komunis.
    Saya pancasilais maka saya tidak ateis.
    Saya pamcasialis maka saya cinta persatuan dan perdamaian.
    Saya pancasilais maka saya penganut demokrasi berketuhanan.
    Saya pancasialis maka saya hormati aspirasi yg berbeda.
    Saya pancasilais maka saya menolak intoleran.
    Saya pancasilais maka saya tolak indoktrinasi.
    Saya pancasialis maka saya hindari prostitusi dan berjudi.
    Saya pancasialis maka saya menolak propaganda LGBT.
    Saya pancasialis maka saya tak akan korupsi.
    Saya pancàsialis maka saya tak menggadaikan negaraku.
    Saya pancasialis maka saya tak akan menjual aset negara.
    Saya pancasilais maka saya patriotik dan nasionalis
    Saya pancasialis maka saya tolak penjajahan ekonomi.
    Saya pancasialis maka saya menolak penguasaan sumber daya alam oleh segelintir orang.
    Saya pamcasilais maka saya tolak monopoli perdagangan
    Saya pancasilais maka saya tolak monopoli tafsir pancasila.
    Saya pancasilais maka saya berketuhanan, berperikemanusian, berpersatuan, berkerakyatan dan berkeadilan sosial.

    SELAMAT HARI NAMA PANCASILA
    (Jakarta 1 Juni 2017)

    • Mantap bung NS. Sebuah pahatan menonjok bagi yg mengaku seorang pancasilais. Padahal publik sdh lama tahu siapa sebenarnya si pancasilais ini.

  4. yg kemarin2 bilang TNI lebay krna sikap kerasnya sama aushit gegara mereka lecehin pancasila masih ada gak tuh orgnya?? tp kayaknya dia skrg yg paling lantang teriak “Aku Pancasila”

  5. Bre Wengker on

    Negara yang aneh,Pancasila yang dikenal dan diamalkan dimasyarakat dan direstui negara itu kan pancasila yang urutan silanya seperti sekarang dari sila 1 yaitu tentang ketuhanan – sila 5 yaitu tentang keadilan sosial.

    Trus bagaimana ceritanya yang di peringati sebagai hari lahir kok bisa tgl 1 juni? bukanya yang 1 juni secara
    urutan beda dan yang disosialisakan ke masyarakat sampe sekarang jg bukan versi yg 1 juni?

    Bukanya lbh pas klo yang 1 juni itu disebut embrio,yang 18 juni itu perkembangan/penggodokan dan hari lahir pancasila secara sah yaitu 18 juni karena realitanya seperti itu bukan?

    Apakah ini murni demi kepentingan politik atau memang ada sesuatu yg saya tidak tahu kenapa ditetapkan 1 juni?

    • Bre Wengker on

      Diluruskan….

      Bukanya lbh pas klo yang 1 juni itu disebut embrio,yang 22 juni itu perkembangan/penggodokan dan hari lahir pancasila secara sah yaitu 18 Agustus karena realitanya seperti itu bukan?

  6. aaarrrggghhh on

    tinggal mengimplementasikan dlm kehidupan…bagaimana berketuhanan , yg bersifat kemanusiaan dg memiliki keadilan bagi sesama dpt menimbulkan rasa persatuan yg aman & nyaman…dan semua masalah di selesaikan dg musyawarah mufakat…agar timbulnya keadilan bagi masyarakat…..

  7. pemburu rajawali on

    Dibalik konsensus 1juni apa ya?
    18 Agustus 1945 jg penuh polemik.

    Pengaburan Dasar Negara jg Falsafah bangsa oleh mereka yg “Nasionalis” sejak tahun 1945 s/d skrg.. Apa rencana dan Impian mereka?..

    #sdh kobong satu.. tinggal pusatnya!! duh Sadar kok lemot bgt sih!! hehehe

    • Assalamualaikum bung PR, bung2 patga. Mohon pencerahan he he he….
      Adakah sesuatu yang lain dari meletusnya perang filipina. Apa mungkin filipina jadi proxy adi daya untuk masuk ke indonesia. Melihat begitu besarnya alutsista yang dikerahkan ke perbatasan… apa iya agenda agresor dah mulai dijalankan melalui filipina bung

  8. walaikumsalam bung Andri.. perkuatan perbatasan memang harus di lakukan krn kita semua paham bahwa global terorisme ibarat virus yg jika sdh menjangkit di suatu wilayah maka akan menjalar ke wilayah lain.

    “jika spesial Mission Team ISIS” sdh hadir disuatu wilayah maka wilayah tsb akan babak belur. bersyukur jika akhirnya militer filipina bsa menguasai marawi,jika tdk maka itu bkl jd batu loncatan utk msk ke wil kita.

    Terorisme jgn di lihat agama yg di anut oleh pelaku/kelompoknya tp lihatlah efek dari kejahatan nya. ISIS bukan lah Organisasi Islam tp mrk gunakan Simbol Islam utk rekrutmen militan,bahkan ekstrimis Asia dari dulu selalu gunakan simbol agama sbg kedok dan tameng. sbg tetangga kita tdk mau filipina hancur seperti libya,iraq,yaman dan suriah. Apapun bentuk terorisme baik itu di sokong oleh negara tertentu maupun Gembong narkotika & pedagang senjata hrs di hancurkan.

    • Ndan, ane bisa simpulkan bahwa gerombolan isis dan liberal para ular-musang-komparador asing/aseng adalah sama. Jika isis mencampakkan islam dipantat mereka, maka lepra (liberal para ular musang komparador asing aseng) juga mencampakkan pancasila dipantat mereka.

    • Terkait isis, menurut snowden bentukan inggris dan usa. Kalo Indonesia disusupi dari segi militer memang susah dan teruji ga mempan. Sang penjajah mulai gunakan wayang isis di filipina … saya agak takut itu meletus di NKRI. Saya pribadi melihat tanda2 ke arah sana ada…
      Bung…. khawatir saya TNI lagi dipecah fokusnya. Di dalam di beri uu teroris, di luar di benturkan dg isis. Masifnya para pengadu domba yng di dukung media, penghancuran karakter tokoh yang dilakukan bukan saja perorangan tapi lembaga negara…. duh…. apa TNI hanya diam bung… sudahkah teridentifikasi oleh TNI konseptornya bung… antidotnya apa juga sudah diramu?

  9. Agak lucu juga kalau harus tereak2 aku pancasila,tapi kelakuannya nggk mencerminkan pancasila itu sendiri,jadi cuman buat pengaburan fakta doang,rakyat sudah paham mana pancasilais sejati sama pancasilais semu ato abu2.

  10. Naga Samudra on

    Makjleb! Tina Azizi: Yang Ngaku-ngaku “Saya Indonesia, Saya Pancasila” Biasanya Malah Sebaliknya

    Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2017 di sosial media ramai dengan pernyataan “Saya Indonesia, Saya Pancasila”. Fenomene ini tak pernah ada dijumpai di era-era Presiden sebelum Jokowi. Fenomena ini kalau ditilik marak sejak kasus penistaan agama. Tiba-tiba ramai klaim paling Bhinneka, paling Pancasila, paling toleransi. Ada parade Bhinneka, ada aksi lilin, dan sekarang “Saya Indonesia, Saya Pancasila”.

    Hal ini yang dipertanyakan Tina Azizi. Menurutnya orang yang suka ngaku-ngaku justru biasanya kebalikannya.

    Permisiiii … numpang tanya, sekarang koq ujug2 banyak orang buat pernyataan dan avatar “Saya Indonesia, Saya Pancasila” … memangnya ada yang nanya dan meragukan kewarganegaraan mereka ya? Kalau sudah membuat pernyataan seperti itu terus mau ngapain, apa itu merupakan persyaratan khusus menjadi warga negara Indonesia kelas tertentu? Siapa sih sebetulnya yang meragukan kewarganegaraan dan kepancasilaan mereka yang lahir, tumbuh besar, sekolah, bekerja, dan punya KTP Indonesia?

    Duluuu jaman saya smp dan sma diwajibkan menghafal butir2 pengamalan dari setiap sila pada Pancasila yang waktu itu semuanya ada 36 butir, bahkan pada masa ospek waktu masuk perguruan tinggi diharuskan ikut penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) sampai dapat sertifikat nya segala, tapi saat itu gak ada tuh klaim2an saya indonesia, saya pancasila.

    Biasanya sih ya yang menilai sifat dan kepribadian seseorang itu orang lain dengan

    melihat sikap dan keseharian kita, bukan kita yang mengklaim sendiri. Kalau kita mengklaim sendiri punya sifat dan rasa kepribadian tertentu itu justru mencurigakan dan biasanya kebalikannya, alias cuma ngaku2 saja padahal kenyataannya tidak seperti itu.

    Ah da saya mah apa atuh … Saya Hanyalah Manusia, Makhluk Ciptaan Allah Yang Esa ☝

    (Tina Azizi)

  11. Naga Samudra on

    #Refleksi 1 Juni Oleh Prof Ryas Rasyid.#

    Hari ini 1 juni 2017 diperingati sebagai jari lahir Pancasila. Ramelah diskusi, perdebatan, pemujaan dan kritik thdp sakralisasi hari ini. Tapi sekedar warning jangan PS terus2 dipelihara sekedar sebagai mantra, ritual, dan rhetorika belaka. Dalam kenyataan apakah PS sdh hadir melalui semua kebijakan negara? Apakah sdh hadir di kantor2 polisi, di kejaksaan, pengadilan, ktr pemerintah lainnya dan di pasar2? Kalau ada seseorang setengah gila bertanya di mana saya bisa lihat dan bertemu PS, tersediakah rujukan hidup bangsa kita yg dapat diobservasi?

    Yg paling saya cemaskan ttg kehidupan bangsa kita saat ini adalah semakin nyatanya perbedaan dan jurang antara kata dan perbuatan. Hilanganya daya genggam masyarakat terhadap setiap janji para pemimpin, sulitnya menemukan sebutir keadilan sosial di tengah lautan kehidupan yg luas dan carut marut.

    Fenomena kemunafikan semakin mencengkeram daya persepsi kita dalam melihat masa depan. Kemunafikan cenderung menjadi gaya hidup. Kebohongan dan ingkar janji menjadi seni kepemimpinan sehingga bayak awam yg alami disorientasi, halusinasi, dan terjebak dalam ilusi seolah olah tak ada masalah sama sekali.

    Mereka bahkan terperangkap kemusyrikan halus ketika pemujaan pada pemimpin munafik menjadi kebanggaan warganegara.

    Sekarang tiba2 para penjahat ekonomi terserang penyakit jiwa berat dengan slogan membela bhinneka tunggal ika, nkri harga mati, rela mati untuk pancasila. Para patriot mendadak atau mendadak patriot ini lupa bagaimana kaum pribumi didiskriminasi dan dilecehkan di tempat tempat kerja mereka di lingkungan perusahaan para patriot mendadak itu.

    Cilakanya jaringan pers milik mereka mendramatisir slogan2 kosong itu seraya menyudutkan dan mengecilkan teriakan mayoritas rakyat yang nyata2 mengalami akibat dari kepincangan sosial ekonomi produk negara ini.

    Ketidak adilan sosial adalah produk dari sistem. Bukan hasil proses alamiah dan pasti bukan takdir. Itu adalah produk sistem negara.

    Maka, secara moral negara tdk punya lagi basis moral untuk memaksa rakyat tunduk pada kebijakan yang terbukti sdh gagal menghadirkan keadilan dan kesejahteraan.

    Masyarakat Adil dan Makmur semakin jauh menghilang dalam angan2 masyarakat pada lapisan bawah. Dalam mimpi pun sdh tak pernah hadir. Diantara mereka ada yg menganggap M A M itu adanya di akherat, dibawah pemerintahan langsung oleh Allah SWT. Bukan di sini. Dan tak akan pernah hadir di NKRI harga mati ini, setidaknya dalam masa yg bisa kita prediksikan. Wallahu alam.

  12. Jadi ingat 65, ngaku klaim pembela pancasila eee walah toh jadinya penghianat pancasila. Bagi mereka pancasila hanya dipantat (hanya slogan untuk kepentingan mereka selebihnya untuk diinjak2), bukan di hati (bukan diresapi dan diamalkan dengan ikhlas).
    Permaknaan sila2 pancasila jg terdapat pada syariat dan ajaran islam.
    Ane jd ingat bung, ketika ane masih inget kata2 guru ngaji dulu bahwa “ilmu Alloh jangah diletakkan diluar, tapi masukkan dalam hati. Ikhlas karena Alloh, dengan begitu maka hikmah, manfaat dan hidayah-Nya akan turun”.

    • Ane jadi ngerti hikmah mengapa orde baru begitu terasa damai, adem ayem, toto tentrem kertoraharjo, gema ripah lohjinawe, adil dan makmur.
      Karena gencar2nya program pengamalan pancasila. Sedangkan pancasila adalah pengamalan ajaran agama juga. Apalagi jika masing2 insan seluruh nkri mengamalkannya dengan ikhlas, ane rasa musang, ular, komparador asing dan aseng akan iri dengki hasut dengan yang namanya nusantara.

  13. Bre Wengker on

    @TTTTT

    Masa Orla Bung Karno Pancasila itu identik dengan nasakom,jaman orla Kong Harto Pancasila itu identik dengan demokrasi dan masa inkubasi sekulerisme,jaman reformasi lebih parah pancasila dibuang ke tempat sampah peradaban tidak diajarkan tidak disosialisasikan diganti dengan ham,liberalisme,kapitalisme,sekulerisme,upaya deislamisasi.

    Jaman Kong Harto terasa damai,adem ayem? jaman kong harto ada uu anti subversif dan indonesia mengarah kepada negara semi militeristik,dimana pengawasan intel sampe ke desa desa. dimana ekonomi,militer,politik dalam kontrol pak harto.

    Sayangnya Kong Harto terlalu pro barat,sehingga nilai dan isme barat ikut masuk,hingga akhirnya malah reduksi nilai bangsa sendiri. sehingga baik ekonomi,politik,budaya,ideologi lebih ke westetn minded. pancasila yang jadi dasar negara perlahan lahan dikooptasi secara subtansi.

    sehingga jangankan mo bilang ini dadaku mana dadamu,amerika kita setrika,inggris kita linggis,waktu kita butuh bantuan,kita dihajar embargo senjata dan imf lewat michael camdesus untuk bunuh diri

    jadi seharusnya bangsa ini belajar,klo kita concern pada pancasila jadilah diri sendiri,berdasar nilai,norma,budaya,aturan,agama sendiri yang berlaku di indonesia. karena terbukti,orla yang terlalu membebel pada rusia yg komunis itu menghancurkan,orba yang terlalu membeo pada amerika yang kapitalis juga menghancurkan. apalagi era reformasi membebel pada amerika yang kapitalis,liberalis,sekuleris dampaknya adalah kehancuran moralitas generasi muda yg tidak pancasilais dan lemahnya akan semangat bela negara serta lemahnya kebanggaan pada bangsa dan negara sendiri. kacau

    • sepertinya saya kurang sependapat dgn njenengan…

      orla dekat sama rusia ok.. buktinya perjuangan memperjuangkan irian jaya yg di support penuh dgn alutsista dari rusia.. rusia hanya memperkuaat kita bukan mengaduk aduk ideologi kita..

      tapi permasalahanya adalah komunis china..melallui poros jakarta peking .. ambisi china raya..yg sekarang jalan itu makin mulus cb amati patai moncong putih yg sering “menyekolahkan” kader nya ke partai komunis cina..

    • Hehehe, maaf bung,
      Ane jg tidak melihat bahwa era pak harto juga sempurna, jg masih ada kelemahan yg harus diperbaiki. (Yang sempurna hanya era rosullulloh).
      Diluar kelemahan dan kekurangan yg ada.
      Ane juga merasakan nafas hidup dibeberapa zaman. Namun ane jg tidak bohong bahwa era pak harto ada kenikmatan dalam nafas kehidupan ane yg didesa terpencil yg penuh dengan kesederhanaan dan kesahajaan.
      Ane jg tidak bohong bahwa program nasional tentang pengamalan pancasila haq dan real dapat dirasakan dari kolong semut di desa terpencil hingga hamparan istana di elite ibukota. Dari bayi coer hingga bangkotan yg mau nazak.
      Perbedaan dengan sekarang seperti bumi dan langit. Ane tidak bohong, ini bulan romadhon.

  14. PANCASILAIS SEJATI adalah Seorang yg menjalankan AJARAN TUHANNYA dng Baik dan Benar(Beriman dan Bertaqwa)..Karena dengan sendirinya orang tersebut akan berbuat baik untuk manusia bangsa dan negaranya.
    MENYATUAKAN jutaan akal dan keyakinan dlm 1 idiologi tdk akan tercipta tanpa adanya MUSYAWARAH MUFAKAT dlm implementasinya/penerapannya karena disanalah akan ditemukan sebuah PERSATUAN yg bernaung dibawah KEADILAN.
    Memanusiakan manusia/Rakyat dlm perbedaan pendapat secara ADIL & BERADAB adalah kunci dlm mencapai KEDAMAIAN..Bukanlah sebuah KEDIKTATORAN yg terslip dan bersembunyi dibalik HUKUM karena pada dasarnya HUKUM itu dibuat bukan untuk MENGHAKIMI tp Bagaimana manusia/Rakyat tidak jatuh/terjerat dlm hukum tersebut.
    —————-
    Semoga KEDAMAIAN selalu datang pada bangsa ini dibawah NAUNGAN PEMIMPIN2 bangsa yg ARIF & BIJAKSANA…Dan bukan KEHANCURAN BANGSA dibawah PEMIMPIN2 yg Menzholimi rakyatnya…Amin.

  15. Naga Samudra on

    COPAS

    *MENCEGAH UPAYA SEKULARISASI PANCASILA*

    Oleh: K.H Ma’ruf Amin

    Maklumat ke-Indonesia-an yang digagas oleh sejumlah orang dalam simposium nasional di Fisip UI yang lalu, dengan tema Restorasi Pancasila, sebelum Peringatan Hari Lahirnya Pancasila, dan dibacakan oleh Todung Mulya Lubis dalam Peringatan Hari Lahirnya Pancasila menarik untuk dicermati. Inti dari maklumat tersebut adalah penegasan, bahwa Pancasila bukanlah agama, dan tidak boleh ada satu agama pun yang berhak memonopoli kehidupan yang dibangun berdasarkan Pancasila. Di sisi lain, maklumat tersebut juga menegaskan keluhuran Sosialisme, dan keberhasilan material yang diraih oleh Kapitalisme.

    Kita memang tidak tahu ada apa di balik penegasan ini. Di satu sisi, Pancasila dinyatakan bukan agama, dan agama juga tidak boleh mendominasi kehidupan yang dibangun berdasarkan Pancasila, sementara Sosialisme —yang dibangun berdasarkan ideologi Materialisme, dan anti agama, dan karenanya bertentangan dengan nilai Pancasila— justru diagungkan. Demikian juga dengan Kapitalisme —yang dibangun berdasarkan Sekularisme, dan setengah anti agama, karena tidak menolak, tetapi juga tidak sepenuhnya menerima agama, dan nyata-nyata melahirkan ketidakadilan global, yang justru bertentangan dengan nilai Pancasila— malah dipuja-puja. Maka, dengan membaca sekilas inti maklumat tersebut, kita dengan mudah bisa membaca adanya sejumlah inkonsistensi dan keganjilan di dalamnya.

    Vision of State

    Pancasila memang bukan agama, karena ia merupakan kumpulan value (nilai) dan vision (visi). Tepatnya, lima nilai dan visi yang hendak diraih dan diwujudkan oleh bangsa Indonesia ketika berihtiar mendirikan sebuah negara. Meski demikian, bukan berarti Pancasila itu anti agama, atau agama harus disingkirkan dari rahim Pancasila. Karena keberadaan agama itu diakui dan dilindungi, serta dijamin eksistensinya oleh Pancasila. Masing-masing agama juga berhak hidup, dan pemeluknya pun bebas menjalankan syariat agamanya. Tentu tidak terkecuali dengan Islam dan umatnya. Sebab, dengan value dan visi ketuhanannya, justru arah negara Indonesia kelak bukanlah negara sekular, juga bukan negara Sosialis-Komunis, maupun Kapitalis-Liberal. Tetapi, sebuah negara yang dibangun berdasarkan nilai dan visi Ketuhanan yang Maha Esa.

    Justru karena itulah, maka sangat ganjil dan aneh, jika agama —khususnya Islam— yang ada di dalamnya hendak disingkirkan, dan dibuang jauh-jauh dari kehidupan, dengan logika tidak boleh ada satu agama (kebenaran) yang mendominasi. Di sisi lain, hak umat Islam untuk menjalankan syariat agamanya selalu saja dibenturkan dengan Pancasila dan UUD 1945, padahal kewajiban menjalankan syariat Islam tetap dijamin oleh sistem hukum di negeri ini. Karena itu, kemudian maklumat atau logika-logika seperti ini, tidak lebih hanyalah tafsiran yang juga nisbi, bahkan maaf sangat absurd, yang pada akhirnya selalu dipaksakan oleh segelintir orang kepada mayoritas rakyat di negeri ini, dengan menggunakan kekuatan sebuah rezim. Memang aneh, di sisi lain, tafsir orang lain atas kebenaran tidak boleh dipaksakan, tetapi mereka sendiri memaksakan tafsirannya atas kebenaran dan bahkan memonopoli tafsiran itu untuk dipaksakan kepada orang lain. Inilah bentuk inkonsistensi cara berfikir. Tetapi, bagi mereka justru ini merupakan bentuk konsistensi, tepatnya konsisten menolak Islam. Meski cara berfikir mereka sendiri inkonsisten.

    Justru karena itulah, maka hubungan antara agama, khususnya Islam, dengan negara tidak pernah solid. Ketidaksolidan ini justru terjadi karena adanya pihak yang terus-menerus berupaya membenturkan antara agama dan negara.

    Padahal, ketika bangsa yang mayoritas Muslim ini berhasil menyelenggarakan pemilu, orang-orang itu berteriak dengan lantang, bahwa demokrasi kompatibel dengan Islam. Tapi, giliran umat Islam menuntut syariatnya diterapkan, segera saja mereka menolak dengan menggunakan tafsir kebenaran mereka sendiri, yang maaf sudah klise; bertentangan dengan Pancasila-lah, bertentangan UUD 1945, mengancam keutuhan bangsa, dan tafsir-tafsir teror yang lainnya.

    Cara berfikir seperti ini tentu sangat picik, dan tidak jujur. Picik, karena selalu menggunakan Pancasila dan konstitusi sebagai pelarian. Tidak jujur, karena orang-orang itu tidak mau menerima kenyataan, bahwa demokrasi yang mereka agung-agungkan itu sendiri mengajarkan vox populi vox dei (suara rakyat suara tuhan). Artinya, jika rakyat yang mayoritas itu menginginkan kehidupan mereka diatur oleh syariat, mengapa mereka harus menolak? Inilah logika demokrasi yang sehat. Kalau kepicikan dan ketidakjujuran ini terus dipraktikkan, maka kalangan Muslim yang masih menerima demokrasi pun pada akhirnya akan muak dengan demokrasi, apalagi kalangan Muslim yang jelas-jelas menolak sama sekali. Pada akhirnya, umat Islam akan membuktikan sendiri, bahwa demokrasi itu hanyalah jargon kaum Kapitalis-Sekular, untuk mempertahankan kepentingan mereka.

    Sekularisasi Pancasila

    Pengamat Politik LIPI, Dr. Mochtar Pabottinggi, juga mengatakan bahwa Pancasila bukanlah ideologi negara, melainkan vision of state (visi negara), yang mendahului berdirinya Republik Indonesia. Visi itu kemudian dituangkan dalam UUD 1945, pasal 29, yang menyatakan bahwa negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Artinya, dengan visi itu para pendiri negara ini justru ingin menegaskan, bahwa negara yang dibangunnya itu bukanlah negara sekular.

    Karena itu, tidak ada satu pun pasal dalam UUD 1945 yang menolak agama untuk dijadikan sebagai sumber hukum. Bahkan, banyak pakar hukum Indonesia yang memberikan penegasan, bahwa Islam merupakan salah satu sumber hukum nasional. Maka, penegasan bahwa Pancasila bukanlah agama, dan agama tidak boleh memonopoli kebenaran, jelas merupakan upaya untuk menistakan agama, dan memisahkan Pancasila dari agama. Sebagai open idea (ide terbuka) atau open value (nilai terbuka), sebagaimana yang disampaikan oleh Presiden SBY, seharusnya kontribusi agama, sebut saja Islam, dalam membimbing visi yang dicita-citakan itu tidak boleh dibendung. Apalagi dengan membenturkan keduanya. Justru inilah yang harus segera diakhiri. Karena agama adalah keyakinan, sementara Pancasila yang nota bene bukan agama tidak akan bisa menggeser posisi agama.

    Nah, masalahnya kemudian adalah, apakah kontribusi agama, tepatnya penerapan syariat Islam akan mengancam keharmonisan? Mari kita jujur melihat fakta.

    Pertama, selain Islam, agama-agama lain tidak memiliki syariat yang mengatur urusan ekonomi, politik, pendidikan, sanksi hukum, politik luar negeri. Agama-agama itu hanya mengatur urusan ibadat, cara berpakaian, makan, minum, kawin dan cerai.

    Kedua, bagi Islam, urusan ibadat, cara berpakaian, makan, minum, kawin dan cerai para pemeluk agama lain diserahkan kepada agama mereka masing-masing. Islam justru memberikan kebebasan mereka untuk menjalankan syariat agamanya, pada wilayah yang memang menjadi wilayah agama mereka. Di sisi lain, mereka juga tidak dipaksa untuk menjalankan syariat agama lain, yang diatur oleh syariat agama mereka.

    Ketiga, bagi non-Islam, Islam hanya mengatur urusan ekonomi, politik, pendidikan, sanksi hukum dan politik luar negeri, yang nota bene tidak diatur oleh syariat mereka. Sementara bagi kaum Muslim, Islam mengatur semua aspek kehidupan mereka, mulai dari urusan ibadat, cara berpakaian, makan, minum, kawin dan cerai, sampai urusan ekonomi, politik, pendidikan, sanksi hukum dan politik luar negeri.

    Dengan demikian, secara normatif tidak akan pernah terjadi benturan atau disharmoni dalam hubungan antara Muslim dan non-Muslim. Secara historis, kondisi itu telah dibuktikan oleh sejarah Islam sepanjang 800 tahun, ketika Spanyol hidup dalam naungan Islam. Tiga agama besar yaitu Islam, Kristen, dan Yahudi bisa hidup berdampingan. Masing-masing pemeluknya bebas menjalankan syariat agamanya, dijamin oleh negara. Inilah yang diabadikan oleh Mc I Dimon, sejarawan Barat, dalam Spain in the Three Religion. Untuk kasus Indonesia, kita tidak mungkin menyingkirkan fakta bahwa:
    Islam telah tumbuh dan berkembang di Indonesia lebih dari 500 tahun.
    Islam dianut mayoritas, sekitar 87 persen.

    Hukum Islam hidup di masyarakat Indonesia lebih dari 500 tahun, sehingga hukum Islam sudah menjadi law life (hukum yang hidup). Wajar kalau syariah Islam menjadi sumber hukum peraturan perundangan di Indonesia. Aneh kalau ada yang menentangnya.

    Di samping itu, secara substansi, ajaran Islam adalah ajaran yang universal, rahmatan lil ‘alamin, bukan hanyarahmatan lil Muslimin. Kalimat rahmatan lil ‘alaminselalu diucapkan oleh semua pihak, termasuk kalangan pejabat, mulai dari presiden hingga kepala desa. Bila semua warga negara tanpa pandang bulu mendapatkan rahmat dari penerapan hukum tersebut, maka harmonisasi pasti tercipta. Adopsi hukum syariah pasti menjamin rahmat bagi semua? Sebab hukum syariah dan ajaran Islam sangat jelas bersumber dari Alquran dan Hadits Nabi SAW yang merupakan wahyu Allah SWT Dzat yang Maha Pengasih dan Penyayang, Dzat Yang Maha luas rahmat-Nya.

    Mewujudkan cita-cita

    Kalau syariat Islam diterapkan, bukan hanya kesatuan dan persatuan Indonesia, tetapi kemanusiaan yang adil dan beradab, keadilan sosial bagi seluruh rakyat, serta hikmah dan kebijaksanaan dalam permusyaratan atau perwakilan juga diterapkan. Dalam Islam, umat lain mendapatkan perlindungan penuh dari negara. Juga jaminan kebutuhan hidup yang sama, baik sandang, papan, dan pangan, serta kesehatan, pendidikan, dan keamanan.

    Nabi SAW pernah mengatakan,”Man adza dzamiiyan faqad adzani (Siapa saja yang menganiaya ahli dzimmah, maka sama dengan menganiaya diriku).” Ketika rumah seorang Yahudi hendak digusur oleh Amr bin al-Ash untuk pembangunan masjid, yang berarti menasionalisasi hak milik pribadi, Umar bin Khatab marah dan meminta gubenurnya mengembalikan hak milik pribadi Yahudi tersebut.

    Juga kisah Ali bin Abi Thalib, yang bersengketa dengan orang Yahudi soal baju besi. Kasus itu dimenangkan oleh orang Yahudi, yang notabene rakyat jelata. Inilah jaminan yang diberikan Islam, lebih baik dibanding konsep keadilan sosial yang diadopsi dari sosialisme dan kapitalisme.

    Demikian halnya dengan hikmah dan kebijaksanaan dalam permusyawaratan atau perwakilan. Islam memberikan ruang yang cukup dan proporsional kepada publik untuk menyampaikan pandangannya. Inilah yang dikenal dengan syura wa akhdz ar-ra’y (permusyawaratan dan pengambilan pendapat). Ada wilayah di mana pendapat tersebut harus diambil dari syariat, ada yang diambil dari pendapat mayoritas, dan ada juga yang diambil berdasarkan pandangan ahli/pakar, atau yang paling benar. Masing-masing didudukkan secara proporsional. Dengan demikian, kebebasan berpendapat tidak akan keluar dari pakemnya. Islam bukan memberangus kebebasan berpendapat, tapi mengarahkan dan membimbingnya.

    Dalam Islam, ada Majelis Ummah dan ada juga partai politik yang berfungsi mengontrol pemerintah. Bahkan, kalau pemerintah menyimpang dari haluan negara, ada Mahkamah Madzalim yang bisa memberhentikannya. Lalu, mengapa kita masih mempersoalkan kontribusi Islam? Apakah kita tidak pernah memahami keagungan ajaran Islam? Ataukah kita memang selalu menutup mata, atau mungkin berniat tidak baik terhadap Islam?

    _Wallahu a’lam._

    Sumber: Koran Republika 14 Juni 2006

  16. Naga Samudra on

    Cak Nun (Emha Ainun Najib) :
    *Saya Pancasila, itu Salah*

    Banyak orang hari hari ini menyebut saya pancasila. Bahkan presiden juga ikut menyebut saya pancasila. Itu salah besar. Kalau presiden memang milik seluruh warga Indonesia, harusnya menyebut kami pancasila.

    ” Karena menyebut saya pancasila, itu menuduh orang lain tidak pancasila. Bahkan orang Islam adalah yang paling pancasila. Karena perhatikan kata-kata Pancasila itu berasal dari bahasa Islam,” tegas Cak Nun dalam Ngaji bersama SATU HATi di halaman Kampus Polinema (2/6).

    Cak Nun menggambarkan, seolah ada situasi dimana ketika ada yang bangga dan menjunjung tinggi Allah sebagai andalan hidupnya, dianggap tidak Pancasila.

    Pada sisi lain, Cak Nun bahkan menilai penyebutan saya pancasila itu juga salah konteks. Karena pada dasarnya kita sejak bayi, sejak lahir sudah pancasila.

    “Itu kan ibarat suami istri di kamar. Menyebut aku suamimu dik. Terus istrinya juga menyebut aku istrimu. Kan lucu. Sama dengan banyak orang menyebut saya pancasila..lho sudah jelaslah,” tegas Cak Nun.

    Indonesia semakin tidak jelas. “Kalian jangan ikut ikutan tidak jelas.” (rsa)

  17. Kingdom Black Pirates on

    nah itulah hebatnya pemerintah saat ini Bung NS membodohi masyarakat dan bangsa dengan slogan murahan yang akan membuat orang-orang yang mengenal dan mengerti PANCASILA akan menertawakannya

  18. Naga Samudra on

    Setahun Sebelum Memberontak, PKI Membuat Buku “Aidit Membela Pancasila”

    Takbir.NET – Gerakan pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 30 September 1965 tak dapat dilepaskan dari peran salah satu tokoh bernama Aidit.

    Menariknya Aidit pada tahun 1964 menulis sebuah buku dengan judul “Aidit Membela Panjtasila”.

    Dalam buku tersebut Aidit menuangkan pandanganya tentang Pancasila dan mencoba mengelabui publik Indonesia bahwa PKI seakan-akan menerima Pancasila, termasuk sila Ketuhanan Yang Maha Esa.

    Menurut Aidit dengan menerima sila Ketuhanan berarti di Indonesia tidak boleh ada propaganda anti-agama, tetapi juga tidak boleh ada paksaan beragama. Paksaan beragama bertentangan dengan sila Kedaulatan Rakyat.

    “Orang Indonesia yang tidak atau belum beragama, ia tetap bangsa Indonesia, tetap manusia yang harus diperlakukan secara adil dalam masyarakat. Tentang ini dengan tegas dikatakan oleh Presiden Sukarno bahwa “ada perbedaan yang tegas antara keperluan negara sebagai ‘negara’ dan ‘urusan agama.” ujar Aidit seperti dimuat di majalah Pembina pada 12 Agustus 1964.

    Seiring perjalanan waktu, setahun kemudian tepatnya pada tahu 1965, PKI justru melakukan pemberontakan untuk mengganti ideologi Pancasila. Akibat pemberontakan tersebut telah mengorbankan nyawa rakyat tak berdosa.

    Dengan meletusnya pemberontakan G30S PKI, maka klaim PKI sejalan dengan Pancasila dengan sendirinya tumbang.

    Klaim sepihak PKI yang membela Pancasila merupakan salah satu gaya propaganda PKI untuk menarik simpatik publik kala itu dan meredam kecurigaan pihak-pihak yang menolak ideologi komunis.

  19. Bre Wengker on

    Pemikiran Todung ML itu sebenarnya simple kalo kita melihat Pesan dari Snouck Hugronje dulu yaitu DEMOKRASI ADALAH ANTITESA DARI ISLAM….. Dan pemikiran Snouck Hugronje link n match dengan pemikiran Samuel Zwemer.

    Pancasila akan tetap menjadi tamu dirumah sendiri ketika kita secara terang terap membeo dan membebel pada asing dan aseng.

  20. Kingdom Black Pirates on

    lha gimana gk tetap begitu bung BRE lha wong pemerintahnya saja seperti itu, mau demo dianggap makar,? Kita adalah negara konsumtif sekarang dan ketika TNI dilibatkan dalam pembangunan serta ketahanan pangan dikritik inilah Indonesia saat ini penuh dengan kepalsuan dan kerancuan siapa dalangnya yaa pemerintah.

Reply To Naga Samudra Cancel Reply