CATATAN KECIL MAHLUK HALUS JILID 3 “Ranjau Laut tidak akan memenangkan pertempuran, akan tetapi Ranjau Laut akan menentukan jalannya suatu pertempuran”

55

Peta Indonesia

Berdasarkan peta laut terbitan Dishidros TNI AL yang di adoptasi dari peta peninggalan Belanda, di perairan Indonesia banyak ditemukan daerah ranjau. Daerah-daerah ranjau tersebut diyakini merupakan peninggalan Jepang ketika menguasai Indonesia pada tahun 1942-1945. Benarkah di perairan utara Jawa banyak terdapat daerah ranjau peninggalan Jepang, dan mengapa mereka melaksanakan peranjauan di daerah tersebut ?

Berdasarkan sejarah, pada akhir tahun 1941, Jepang melancarkan serangan besar-besaran ke Pearl Harbor, Kepulauan Pasifik, Philipina, Hong Kong dan Malaysia. Kepulauan Jepang tidak memiliki sumber minyak mentah, dan mereka tidak memiliki cadangan minyak yang cukup untuk melanjutkan peperangan dalam waktu lama (Pada saat itu Jepang hanya memiliki cadangan minyak untuk mendukung mesin-mesin perangnya selama satu tahun). Agar dapat memenuhi kebutuhan minyak untuk mendukung kampanye perangnya, mereka harus dapat menguasai Hindia Belanda (Indonesia) yang kaya akan minyak mentah.

Secara singkat, Jepang melancarkan aksi untuk menguasai Hindia Belanda dimulai pada Desember 1941 dimulai melancarkan serangan dari utara untuk menguasai Borneo (Kalimantan) Utara dan Sulawesi, melaksanakan pendaratan di Pulau Jawa setelah memenangkan pertempuran Laut Jawa melawan Sekutu pada akhir Februari 1942 dan berhasil menguasai Hindia Belanda pada Maret 1942.

Sesuai dengan tujuan Jepang untuk menguasai sumber-sumber minyak terutama di pulau Jawa, saat pertama kali tentara Jepang mendarat di Rembang, yang menjadi sasaran adalah galangan-galangan kapal Belanda di Sungai Lasem, yang berada di Kecamatan Lasem. Pada saat itu, Sungai Lasem adalah pelabuhan dagang besar dan kemungkinan Jepang ingin membawa minyak dari Cepu ke negaranya dengan kapal-kapal tanker melalui Pelabuhan Lasem.

Dengan bantuan romusha, Jepang membangun tempat-tempat penimbunan minyak dalam tanah di Cepu, mengangkut minyak mentah dengan kereta api menuju pelabuhan Lasem dan mengolahnya menjadi bahan bakar untuk pesawat dan kendaraan bermotor. Jepang menyadari betapa vitalnya kawasan sumber minyak di Pulau Jawa dan untuk melindunginya, selain melatih para buruh perminyakan untuk berperang, mereka juga menyebar ranjau anti pendaratan di sepanjang pesisir pulau Jawa dan memperkuat armada perangnya di pelabuhan Lasem.

Selama Perang Dunia II, diperkirakan Jepang telah menyebar 50.000 ranjau di kawasan Pasifik Barat, termasuk di perairan Indonesia, terutama didaerah-daerah yang dianggap vital dan rawan serangan dari pihak Sekutu. Selain menggunakan Kapal Penyebar Ranjau (Mine Layer), tercatat bahwa pada 18-19 Desember 1941, kapal selam I-123 Jepang melaksanakan penyebaran ranjau di perairan Surabaya.
Selain Jepang, tercatat pula Belanda pernah melaksanakan peranjauan di laut Jawa dengan kapal penyebar ranjau HNMS Gouden Leeuw (yang berakhir tragis dengan ditenggelamkan oleh ABK kapalnya sendiri di Surabaya pada 7 Maret 1942 untuk mencegah tertangkap oleh Jepang) yang menyebabkan kapal destroyer Royal Navy, HMS Jupiter menabrak ranjau dan tenggelam pada tanggal 27 February 1942 pada saat mendukung sekutu selama Pertempuran Laut Jawa. Dalam usaha merebut kembali Indonesia dari tangan Jepang, pada tanggal 3 Januari 1945, kapal selam Belanda O-19 berhasil melaksanakan operasi peranjauan di perairan timur pulau Bawean. Mengenai adanya medan ranjau di Perairan Utara Jawa, berdasarkan data yang diperoleh walaupun pada tahun 1945, Kerajaan Jepang mengerahkan 350 kapal dan 25.000 personel untuk melaksanakan operasi penyapuan ranjau di kawasan Pasifik Barat (termasuk Indonesia) namun diyakini masih banyak tertanam ranjau-ranjau peninggalan Jepang dan juga Belanda di perairan Indonesia, terutama di perairan Utara Jawa.

Lalu bagaimana mengatasinya?

Satuan Ranjau di TNI AL berdiri sejak tanggal 01 Juli 1952 berdasarkan Skep Kasal No.A-5/3/23 tanggal 21 Agustus 1952 dengan nama Dinas Ranjau Angkatan Laut Indonesia yang dipimpin Kepala Dinas Ranjau yang berkedudukan di Surabaya. Pada tahun 1953 namanya diubah menjadi Flotila Penyapu Ranjau berdasarkan Skep Kasal No.R/5/3/23 tanggal 24 Agustus 1953. Selanjutnya pada tahun 1959 berdasarkan Skep Kasal No.A-4/2/10 tanggal 14 September 1959 diubah lagi dengan nama Skuadron Dinas Ranjau dibawah Pembinaan Komando Armada.
Pada Bulan September 1962, kedudukan Skuadron Dinas Ranjau yang semula berada di Surabaya dipindahkan ke Semarang.

Tahun 1964 Skuadron Dinas Ranjau diubah menjadi Komando Dinas Ranjau dan pindah dari Semarang ke Ujung Pandang. Komando Dinas Ranjau dibagi menjadi tiga Divisi, yaitu : Divisi 711 OMS, Divisi 712 CMS dan Divisi 713 CMS. Tanggal 15 Juni 1971 mengalami perubahan lagi menjadi Satuan Kapal Ranjau (Satran). Selanjutnya pada tahun 2000 terjadi perubahan struktur Organisasi Armada menjadi Flotila, sehingga Satuan Kapal Ranjau berubah menjadi Skuadron Kapal Ranjau (Ronran) namun hal ini hanya berjalan kurang lebih 3 tahun . Pada tahun 2003 Organisasi Flotila dirubah kembali menjadi Satuan–satuan, hingga saat ini namanya Satuan Kapal Ranjau (Satran).

Sejak awal berdirinya Angkatan Laut Indonesia dalam arti sesudah penyerahan kemerdekaan/kedaulatan tahun 1950, unsur-unsur kapal ranjau yang dimiliki Angkatan Laut Indonesia seperti KRI Flores, KRI Jombang dan KRI Jampea. Mulai tahun 1955 pemerintah mulai mengadakan pembelian kapal-kapal ranjau dari Jerman Barat sebanyak 10 kapal jenis CMS. Kegiatan tersebut, merupakan tulang punggung dari Flotila Penyapu Ranjau Angkatan Laut dalam mengemban tugas utamanya yaitu Penyapuan Ranjau maupun operasi yang lain. Tahun 1962 mulai berdatangan kapal ranjau jenis OMS dari Rusia. Kehadirannya menambah kemampuan dalam melaksanakan peperangan ranjau, karena pada masa itu, ranjau merupakan senjata utama dalam pertahanan pangkalan. Semua yang ada 6 buah kapal dan 4 diantaranya ikut aktif dalam pembebasan Irian Barat.

17

Pada periode tahun 1992 – 1993, TNI AL menambah postur otot-ototnya dengan melakukan pengadaan armada kapal perang eks Jerman Timur, Sebanyak total 39 kapal perang baik dari jenis korvet, LST (landing ship tank), dan penyapu ranjau yang diboyong dalam waktu berkdekatan. Pasca reunifikasi Jerman, armada kapal Kondor tidak lagi diaktifkan. Selain dijual ke Indonesia, Kondor Class juga dijual ke AL Uruguay pada 1991 (3 unit) dan ada 2 unit yang dijual ke AL Latvia.

Kesembilan kapal tersebut adalah KRI Pulau Rote (721), KRI Pulau Raas (722), KRI Pulau Romang (723), KRI Pulau Rimau (724), KRI Pulau Rondo (725), KRI Pulau Rusa (726), KRI Pulau Rangsang (727), KRI Pulau Raibu (728), KRI Pulau Rempang (729)

Dari ketiga tipe kapal eks-Jerman Timur (Volksmarine) ini, armada Kondor Class sesuai dengan fungsi yang diembannya masuk dalam arsenal Satran (Satuan Kapal Penyapu Ranjau) TNI AL, baik Satran Koarmabar dan Satran Koarmatim. Kehadirannya melengkapi kekuatan Satran yang sebelumnya telah mengoperasikan kapal buru ranjau kelas Tripartite buatan Belanda.

Seiring berjalannya waktu beberapa kapal Kondor Class ini telah mengalami penurunan pada kemampuannya, terutama pada fungsi penyapuan ranjau. Nah, karena malfungsinya pada kemampuan sapu ranjau tersebut, dua dari kesembilan kapal tersebut akhirnya kemudian dimutasikan tugasnya, yang awalnya menjadi arsenal Satran kini beralih menjadi armanda Satrol (Satuan Kapal Patroli) TNI AL. Kedua kapal tersebut adalah KRI Pulau Rondo (725) yang berubah menjadi KRI Kelabang (826), dan KRI Pulau Raibu (728) yang berubah identitas menjadi KRI Kala Hitam (828)

Sementara itu Untuk KRI Pulau Rote (721), KRI Pulau Romang (723) dan KRI Pulau Rempang (729), Kemudian dihibahkan kepada Satuan Surveihidros (Satsurveihidros) TNI AL dengan memodifikasi kapal-kapal Kondor Class tersebut sesuai dengan tugasnya sebagai Kapal Survei.

Sedangkan untuk empat unit yang tersisa dilakukan pemuktahiran baik itu teknis kapal berupa platform maupun Sewaco (sensor, weapon, and command), hal ini dikarenakan banyak peralatan-peralatan yang mengalami kerusakan terutama peralatan yang diperlukan untuk mendukung fungsi asasinya sebagai kapal penyapu ranjau. Oleh Karena itu, untuk meningkatkan kemampuan tempur kapal kelas Kondor, perlu diadakan perbaikan peralatan-peralatan tertentu baik bidang platform maupun Sewaco sehingga fungsi asasi dan tugas pokoknya dapat terlaksana sesuai yang diharapkan.

8

Seperti pada bulan April tahun 2012 yang lalu, KRI Pulau Raas-722 dan KRI Pulau Rimau-724, KRI Pulau Rusa 726 dan KRI Pulau Rangsang 727 melaksanakan docking di Dock Jogja Fasharkan Surabaya dalam rangka perbaikan maupun pergantian peralatan khususnya dibagian Platform, seperti pergantian mesin pendorong (engine) yang dipesan langsung dari Verbuse Amerika, replate geladak, perbaikan akomodasi, dan pergantian beberapa peralatan untuk mendukung kegiatan operasional kapal. Diharapkan setelah melaksanakan perbaikan, ke dua kapal penyapu ranjau yang dimiliki TNI AL tersebut dapat kembali beroperasi sesuai fungsi asasinya.

Selain itu dilakukan pula solusi untuk memperpanjang usia dan kemampuan kapal ini. seperti dilakukan program repowering yang mencakup pengadaan motor pokok gear box dan sistem kontrol, perbaikan DG dan MSB, pengadaan cat bawah garis air dan zink anoda, perawatan bawah garis air, perbaikan sistem pendingin, perbaikan sistem akomodasi/ruangan-ruangan, pengadaan alat bahari, perbaikan kompresor berikut sistemnya, perbaikan dan pengadaan alat keselamatan, dan gear box baru.
Untuk tugas sapu ranjau, kapal ini dilengkapi teknologi deteksi sonar MG-11/Tamir-II. Sementara untuk menetralisir ranjau yang berhasil di deteksi, dapat menggunakan peralatan Double Oropesa Sweep, yaitu Alat Penyapu Ranjau (APR) mekanik yang dilengkapi dengan gunting ledak (Explosive Cutter) yang berfungsi untuk penyapuan ranjau jangkar. Peralatan ini sangat berguna untuk memutuskan rantai ranjau jangkar, sehingga bola ranjau jangkar yang terkena sapuan APR ini akan mengapung di permukaan air laut, yang kemudian selanjutnya bola ranjau ini bisa dinetralisasir oleh Tim EOD (Explosive Ordnance Disposal).

Dalam pengoperasiannya APR ini ditunda oleh Kapal Penyapu Ranjau atau Tug Boat Low Magnetic. Kemudian ada Mini Dyad Sweep, yaitu Alat Penyapu Ranjau (APR) yang terdiri dari beberapa batang/pipa magnetik (Orange pipe) yang bisa menghasilkan medan magnet pengaruh yang penggunaannya ditunda oleh Kapal Penyapu Ranjau. Rangkaian Mini Dyad Sweep juga dilengkapi dengan alat pembangkit suara (noise generator) sehingga bisa berfungsi ganda yaitu sebagai APR Akustik dan Magnetik.

16

Semantara untuk Kapal pemburu ranjau kelas Tripartite (Tripartite Class) yang jadi andalan Satran Koarmatim (Satuan Kapal Penyapu Ranjau Komando Armada Timur) TNI AL ini adalah Sosok kapal pemburu ranjau (mine hunter), kapal ini sejatinya bukan ‘barang’ baru lagi di arsenal TNI AL, Tripartite class dibangun oleh galangan GNM (Van der Gessen de Noord Marinebouw BV ) di Albasserdam, Belanda. Berbeda dengan frigat kelas Tribal dan frigat kelas Van Speijk yang merupakan kapal beli bakas pakai. Tripartite class TNI AL adalah barang baru, alias bukan alutsista second dan Kapal Perang ini hingga kini masih jadi andalan armada laut NATO.

Kedua kapal pemburu ranjau kelas Tripartite milik TNI AL tersebut adalah KRI Pulau Rengat (711) dan KRI Pulau Rupat (712). KRI Pulau Rengat mulai dibuat pada 19 Desember 1985 lalu diluncurkan pada 27 Agustus 1987 dan resmi memperkuat TNI AL pada 26 Maret 1988. Dirunut dari sejarahnya, kapal kelas Tripartite dirancang pada tahun 70-an dan mulai dibangun pada tahun 1981 hingga 1989 untuk mengisi kebutuhan armada NATO akan kapal pemburu ranjau yang lincah namun berbekal alat sensor canggih.

Awalnya kedua kapal ini dibangun untuk kebutuhan AL Belanda. KRI Pulau Rengat 711 dibuat untuk membangun M864 Willemstad dan KRI Pulau Rupat 712 untuk M863 Vlaardingen. Tetapi pada akhirnya kedua kapal ini berpindah tangan menjadi milik TNI AL. Sesuai namanya ‘Tripartite,’ kapal ini merupakan hasil kerja kongsi antara 3 negara NATO, yakni Perancis, Belanda dan Belgia. Seperti halnya dalam proyek pesawat komersial Airbus, masing-masing negara tadi menyumbang kontribusi dalam penciptaan kapal ini. Perancis dalam hal ini menyiapkan perangkat teknologi mine hunting, sedangkan Belgia menyiapkan perangkat elektronik, dan Belanda berperan dalam konstruksi dan tenaga gerak kapal.

7

Lambung kapal ini dibangun dari material khusus yang tidak menimbulkan jejak magnetik, yakni mengadopsi jenis plastik yang diperkuat dengan kaca (glass-reinforced plastic atau GRP). Untuk perangkat buru ranjaunya menggunakan sistem sensor dan processing 1 unit Sonar DUBM, 1 Thales underwater system TSM, side scan sonar, Sonar TSM 2022, 1 SAAB Bofors Double Eagle Mk III Self Propelled Variable Depth Sonar, dan 1 Consilium Selesmar Type T-250/10CM003 Radar. Sedangkan untuk kelengkapan navigasinya menggunakan radar Decca 1229. Untuk jenis ranjau yang bisa dipindai adalah ranjau kontak, ranjau akustik, dan ranjau magnetik.

 

PENYELAM TNI AL

2

Penyelaman adalah kegiatan seseorang / tim untuk menyelesaikan pekerjaan bawah air dengan cara menyelam, menahan napas atau menggunakan alat selam. Tak seorangpun tahu kapan orang pertama menyadari dirinya menyelam dengan cara menahan napas, tetapi kegiatan penyelaman sebagai suatu profesi sudah diketahui sejak 5000 tahun yang lalu. Ini upaya penyelaman awal yang terbatas pada kedalaman yang dangkal ( kurang dari 30 meter ) yang lazim kita sebut penyelaman alam, dimana kegiatan ini dilakukan untuk mengambil bunga karang, batu karang, mutiara dan berbagai makanan untuk diperdagangkan. Salah stu cara pertama prestasi kegiatan penyelaman didapat dari catatan Herodotus tentang sejarah yunani, yaitupenyelam yang bernama Scyilis yang diperintahkan raja Persi bernama Xerxes, untuk menemukan kembali barang berharga yang tenggelam yang terjadi pada abad ke 5 SM.

Telah berabad-abad lamanya manusia berusaha untuk dapat menyelam, hingga didapati suatu inspirasi terhadap binatang yang dapat hidup di air dengan meggunakan pernapasan udara, binatang-binatang tersebut seperti ikan paus, aning laut, burung kasa dan larva nyamuk, bila menyelam sama halnya seperti menyelam alam, sebelum menyelam terlebih dahulu menghirup udara dari permukaan sebanyak-banyaknya agar dapat menyelamselam mungkin.

Binatang ini bila menyelam mengingatkan kita pada menyelam yang menggunakan alat selam dengan Supply udara atas air. Binatangnya sebesar krikil kecil dan mempunyai ekor, apabila berada di darat panjang ekornya tidak sepanjang badannya, apabila masuk kedalam air , maka ekornya akan memanjang sampai ekornya mencapai permukaan air. Semakin dalam air binatang itu semakin memanjangkan lagi ekornya tetap berhubungan dengan udara di permukaan maximum yang dapat dicapainya hingga 6 inci ( ± 15 cm ), dalam keadaan demikian tebal ekor kira-kira sama dengan rambut kuda apabila diamati dengan microscope akan terlihat 2 lubang pipa udara yang terbuka pada ujungnya. Dari sinilah binatang tersebut menghirup udara dari permukaan pernapasannya. Bila besar binatang tersebut akan menjadi lalat, atau bahasa ilmiahnya Ship Tailed larva ( Bristailis Tenax )

Adalagi jenis Binatang ini apabila menyelam mengingatkan kita pada penyelam yang menggunakan diving bell. Serangga ini menggunakan Diving bell yang tetap ( Fixed ) untuk bernapas dan tetap kering bila berada di dalam air. Diving bell laba-laba ini dibuat dari lendirnya sendiri yang kemudian ia ikatkan di dasar air oleh benang lender dengan mulut/ lubang menghadap ke bawah, yang dengan sendirinya lubang ini akan terisi air. Laba-laba ini kemudian mengganti air di dalam diving bellnya dengan udara yang dilakukan dengan cara : bulu-bulu pada tubuhnya bagian belakang yang panjang dan bersudut pada ujungnya, akan menangkap sejumlah udara dan kemudian binatang itu menyelam. Setelah mencapai mulut diving bell kemudian melepaskan udaranya, dilakukannya berulang-ulang higga diving bell akan penuh dengan udara membentuk suatu ruangan yang kedap air. Sambil bertelur udara dalam diving bell diperbaharuinya dari waktu ke waktu. Binatang ini sering disebut sebagai Laba-laba Air.

13

Bila penyelam alam didefinisikan sebagai seorang yang menyelam dengan menahan nafas beberapa saat sesuai kemampuannya, maka ini telah dikerjakan sejak zaman purbakala, misalnya pada penyelaman-penyelaman sponge / bunga karang laut tengah dan penyelam-penyelam mutiara di samudera hindia dan pasifik. Metode penyelaman mereka kadang-kadang memakai alat pemakai selam amat sederhana dan aneh.

Pada zaman dahulu penyelam dilengkapi dengan tali melingkar di pinggangnya dan memegang sebuah pemberat tembaga pada salah satu tangannya agar dapat turun ke dasar dengan cepat. Perlengkapan lainnya adalah pisau untuk mencongkel bunga karang dan sebuah tempat seperti jala.

Penyelam berdiri di haluan kapal dengan pemberat diangkat keatas, kemudian terjun dengan kepala terlebih dahulu masuk ke air. Bila sudah waktunya naik ke permukaan penyelam menarik tali isyarat kemudian di tarik ke atas oleh pembantunya yang berada di kapal.

Perkembangan lebih maju lagi ialah penyelam membawa batu berbentuk datar sebagai pengganti pemberat tembaga yang dikaitkan dengan sebuah tali. Dengan batu itu penyelam dapat tepat dan cepat mencapai sasaran dan juga dapat bebas mengelilingi batu di dasar tampa memindahkan batu sehingga radius pencarian semakin besar, sebelumnya bunga karang di lihat terlebih dahulu dengan kaca air atau pipi katropic.

Tehnik penyelaman yang digunakan dari dulu sampai sekarang di beberapa daerah tertentu masih sama yaitu dengan cara menahan nafas. Mereka dididik semenjak kecil untuk melatih kemampuan paru-paru stamina dan rasa percaya diri. Karena kita ketahui ilmu peyelaman sering mereka menderita pendarahan dari hidung, telinga dan mulut, kadang-kadang dibawa kedarat dalam keadaan pingsan. Rata-rata kedalaman yang dicapai antara 28 s/d 30 meter. Bagaimana menyelamatkan dengan menahan nafas yang dilakukan berulang-ulang dapat mengakibatkan timbulnya kelemahan pada jaringan tubuh.

Usaha untuk dapat tinggal di air lebih lama selalu dikembangkan. Upaya pertama yang digunakan adalah menggunakan bahan tumbuhan yang berlubang atau terbentuk tabung yang dujulurkan ke atas permukaan air. Upaya ini dapat memperpanjang penyelam tinggal di dasar air, namun hanya mencakup pada pekerjaan-pekerjaan tertentu. Cara inisebagian besar sebagai taktik operasi militer untuk dapat mendekati musuh tampa diketahui dan penggunaanya terbatas hanya pada prajurit garis depan (Khusus).

Secara sekilas nampaknya menginginkan tabung yang lebih panjang agar dapat menambah kedalaman, namun kenyataanya dari hasil pengembangan yang diperoleh yaitu dengan cara menggunakan kulit penutup kepala, yang ujungnya diikatkan pada sebuah pelampung dipermukaan air dan ini tidak mendapatkan hasil kemajuan. Setiap alat yang mencoba selalu menenggelamkan sipemakai dan hanya dapat digunakan hanya sampai kedalaman 30 meter, yang pada dasarnya tidak memungkinkan untuk bernafas melalui tabung dengan hanya mengandalkan kemampuan pernafasan biasa, seandainya berat air yang menekan mencapai 200 pounds (90 kg).

Tekanan air akan naik terus sesuai penambahan kedalaman, ini merupakan factor yang paling penting untuk menghitungkan dalam penyelam. Sepanjang sejarah pembuatan alat hanya atas dasar angan-angan, banyak pemikiran-pemikiran yang baik akan tetapi tidak mengerti masalah tekanan sama sekali akan menjadikan alat yang dibuat tidak praktis / tidak berguna.

Pada abad ke 9 SM rancangan pertama tentang alat selam ditemukan oleh Asyrian Frieze, yaitu tentang kantung udara pernapasan yang dibawa oleh penyelam. Kantung udara dibuat dari kulit binatang yang mengakibatkan sipemakai tidak dapat berenang atau menyelam seandainya tidak menggunakan barang tambahan sebagai pemberat.

Pada tahun 1240 Roger Bacom berhasil menyusun sebuah buku system penyelaman yang berjudul “ Instrumen Wereby me can walk on sea or river bed without danger “ ( peralatan yang aman bagi manusia untuk dapat berjalan di dasar laut / sungai ).

12

Dilingkungan TNI AL sejarah Penyelam ini dimulai Ssetelah menyerahkan kedaulatan belanda pada tahun 1950, TNI-AL pada waktu itu melanjutkan dinas Penyelaman Belanda dengan nama “ Mijn Dyik En Bergingst “ kemudian oleh TNI-AL diberi nama “ Dinas Penyelaman dan Pengangkatan “ (DPP). Dpp di bawah Komando Skoadron 10 (sepuluh) ranjau (Konjeran).

– Pada tahun 1952 pendidikan pertama dengan Instruktur dari misi Tentara Belanda dengan diikuti oleh perwira, bintara dan tamtama.
– Pada tahun 1959 dikirim beberapa perwira TNI-AL untuk pendidikan di US Diver.
– Pada tahun 1960 dikirim kembali para perwira, bintara dan tamtama mengikuti pendidikan penyelaman di polandia.
– Pada tahun 1962 ( 30 april 1962 ) mulai penggunaan instalasi penyelam ( Diving Center ) atau berdirinya “ Pusat Pendidikan Penyelaman Angkatan Laut “ ( PPAL ).
– Pada tahun 1963 ( 30 september 1963 ) diganti namanya menjadi “Sejusal “ ( Sekolah Juru Selam ) dibawah organisasi KPBA.
– Pada tahun 1965-1966 para perwira, bintara dan tamtama mengikuti kembali pendidikan penyelaman di USR.
– Pada tahun 1966 peresmian Diving Center dan penggantian nama KPBA menjadi “ KOPEBAL “ ( Komando Penyelaman Bawah Air ) dibawah organisasi Menpangal.
– Pada tahun 1971 “ KOPEBAL “ diganti menjadi “ Dislambair “ dibawah armada dan tidak lama kemudian menjadi “ Dislamatarma “ masih dibawah armada.
– Pada tahun 1985 diganti namanya menjadi “ Dislambair “ di bawah lantamal Surabaya.
– Pada tahun 2001 diganti namanya kembali menjadi “ KOPEBAL “ di bawah komando Armada Timur.

Perkembangan dari penyelaman kebanyakan disebabkan karena keperluan untuk melaksanakan tugas bawah air yang khusus. Dengan majunya penyelaman itu sendiri dan juga dengan terciptanya alat-alat baru dengan tehnik-tehnik khusus yang mutakhir semakin banyak tugas-tugas bawah air yang dapat dilaksanakan.

a. Penyelamatan kapal ( Ship Rescue Salvage ).
1). Penyelamatan unsur apung Armada RI.
2). Pengangkatan kapal tenggelam / kandas.
3). Pembersihan alur laut

b. Pertolongan kapal selam ( submarine Rescue ).
Membantu para awak kapal selam dalam hal kedaruratan dengan Free Ascent.

c. Pencarian dan penemuan ( Search and Recovery ).
1). Torpedo latihan.
2). Benda jatuh dilaut.
3). Orang jatuh dilaut.

d. Pemeriksaan dan perbaikan ( Inspection And Repair ).
Pemeliharaan kapal bawah Waterline ( garis air )
Fasilitas pelabuhan.

e. Bangunan (Contruction).
1). Dermaga.
2). Jembatan.

3). Terowongan.

f. Penyelaman taktis (Terbatas penggunaannya pada penyelam tempur).
Selain tugas-tugas diatas, penyelaman bagi militer dapat dipergunakan antara lain untuk : pemotongan tali / rantai jangkar kapal lawan agar hanyut, membor atau melobangi lambung kapal lawan serta membuat rintangan-rintangan pelabuhan, sebagai usaha untuk dapat menghancurkan musuh secara meluas, disamping itu juga mendukung kegiatan operasi kapal perang dan fasilitas labuhnya menjadi tugas penyelam-penyelam militer. Dengan kemajuan tehnologi penyelaman maka berhasil dibuat berbagai peralatan selam yang sesuai dengan tujuan operasi militer yang membuat para penyelam-penyelam militer (pasukan) dapat lebih efisien dan efektif dalam menjalankan operasinya.

6

Anggota Penyelam TNI AL adalah prajurit pilihan TNI AL yang berasal dari prajurit dan direkrut setelah melalui serangkaian test di sekolah selam TNI AL kodikal Surabaya, seleksi ini meliputi test fisik dan psikologi. Adapun test fisik meliputi lari min 2400 mtr selama 12 mnt, pull up min 6x, push up min 40x selama 2 menit, sit up min 40x selama 2 mnt, renang dasar 25 mtr tahan nafas, test psikologi meliputi test kemampuan menganalisa masalah dan bertindak di lingkungan atmofsir bawah air.

Fungsi yang di emban penyelam TNI AL selain melaksanakan tugas tugas tertentu bawah air sesuai fungsi tim penyelam dalam rangka mendukung operasi laut armada TNI AL adalah :

1 Salvage Diver : Ship floating operation, Airplane floating operation, Tank floating operation, Combat salvage operation, Deep diving operation, Searching and identification sink object, Investigation diving, dll
2 Demolition Diver : Under water demolition for construction, Mine clreance measure operation, Harbour clereance and Shore clereance, Under water scanning and verification object, dll
3 Quick Respon Diver : Helly water rapelling, Helly water jump, Underwater Search and Rescue, , Expeditionary diving dll.
11

Ya, Penyelam TNI AL ini masih berhubungan langsung dengan tugas-tugas dari Satran (satuan Ranjau) dan Satkasel (satuan Kapal Selam) maupun satuan-satuan TNI AL lainnya secara tidak langsung. Dalam tugas yang berhubungan dengan buru ranjau, Penyelam TNI AL biasanya menggunakan peralatan-peralatan yang biasa disebut AMASS (ADI Minesweeping And Support System) yang terdiri dari beberapa peralatan penunjang, antara lain :

Double Oropesa Sweep, yaitu Alat Penyapu Ranjau (APR) mekanik yang dilengkapi dengan gunting ledak (Explosive Cutter) yang berfungsi untuk penyapuan ranjau jangkar. Peralatan ini sangat berguna untuk memutuskan rantai ranjau jangkar, sehingga bola ranjau jangkar yang terkena sapuan APR ini akan mengapung di permukaan air laut. Selanjutnya bola ranjau ini bisa dinetralisasir oleh Tim EOD (Explosive Ordnance Disposal). Dalam pengoperasiannya APR ini ditunda oleh Kapal Penyapu Ranjau atau Tug Boat Low Magnetic.

Mini Dyad Sweep, yaitu Alat Penyapu Ranjau (APR) yang terdiri dari beberapa batang / pipa magnetik (Orange pipe) yang bisa menghasilkan medan magnet pengaruh yang penggunaannya ditunda oleh Kapal Penyapu Ranjau. Rangkaian Mini Dyad Sweep juga dilengkapi dengan alat pembangkit suara (noise generator) sehingga bisa berfungsi ganda yaitu sebagai APR Akustik dan Magnetik.

DGPS (Differential Global Positioning System), yaitu peralatan penentu posisi dengan akurasi tinggi, sehingga diharapkan posisi yang ditunjukkan oleh alat ini memiliki kesalahan yang sangat kecil. Pesawat DGPS ini memiliki 2 (dua) bagian pokok yaitu Transceiver Unit yang dipasang atau dioperasikan sebagai Reference Point pada Land Base Station dan Receiver Unit yang dioperasikan dan ditempatkan dikapal. Oleh karenanya pesawat ini disebut juga sebagai SBPNS (Shore Base Precise Navigation System).

MCS (Minesweeping Control System), yaitu seperangkat peralatan yang tergabung dalam suatu program yang terdiri dari beberapa fasilitas komputer yang digunakan dalam suatu proses perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran dalam suatu operasi peperangan ranjau baik peranjauan maupun tindakan perlawanan ranjau. MCS berfungsi sebagai ploting recording system dalam kegiatan Tindakan Perlawanan Ranjau (TPR) yang mendapatkan data masukan dari peta digital ENC (Electronic Navigational Chart) atau peta hasil CDS, Gyro dan DGPS. Peralatan ini dikemas secara transportable, sehingga bisa dipindah-pindahkan dari satu kapal ke kapal yang lain sesuai kebutuhan.

CDS (Chart Digitising System), yaitu peralatan yang digunakan untuk pembuatan peta digital secara manual dengan menggunakan mouse (cursor) sebagai alat penggambar obyek (peta kertas) menjadi peta elektronik yang direkam sebagai softcopy untuk dijadikan data masukan (input data) bagi MCS dalam kegiatan TPR.

PMAR (Portable Magnetic and Acoustic Range), yaitu alat pengukur signatur kapal, magnetik, akustik dan tekanan kapal yang bersifat portable. PMAR terdiri dari Under Water Equipment ( Sensor Unit, Under Water HUB, Repeater Unit, Reference Sensor Unit) yang dipasang di dasar laut serta On board Equipment (Computer, Printer, Monitor Case, Interface Unit, Power Suplay Case, Diesel Generator) yang berfungsi untuk memonitor kerja PMAR. Signal yang di terima Sensor Unit diteruskan dan di terima sistem komputer MGS 900, yang kemudian di olah dan dikalkulasi secara otomatis. Hasil ini kemudian di simpan dan akan di jadikan sebagai bank data.

14

13

Pepatah mengatakan bahwa “Ranjau tidak akan memenangkan pertempuran, akan tetapi Ranjau akan menentukan jalannya suatu pertempuran”. Demikian pentingnya Senjata Ranjau, apalagi untuk digunakan di wilayah perairan yurisdiksi Indonesia yang notabene adalah Negara Kepulauan dan karakteristik perairannya sangat memungkinkan untuk penggunaan senjata Ranjau yang tentunya lebih efisien dari segi harga karena harganya relatif lebih murah apabila dibandingkan dengan senjata yang lain.

Berbagai negara besar di dunia semakin menyadari bahwa sejata Ranjau merupakan senjata yang dapat memberikan “efek psikologis” sangat besar bagi musuh. Oleh karena itu, mereka berlomba-lomba menciptakan Ranjau Pintar (Smart Mine). Bisa dibayangkan seandainya pada suatu perairan telah disebari ranjau, musuh akan berpikir seribu kali untuk tetap nekat melewatinya. Musuh jelas dihadapkan pada empat pilihan yang semuanya membutuhkan pertimbangan yang matang, yaitu Melaksanakan Operasi Pembersihan Ranjau yang tentunya akan memakan waktu yang cukup lama dan biaya yang tidak sedikit. Pilihan kedua yaitu Mencari Jalur Alternatif yang tentunya belum pasti ada dan yang jelas kalaupun ada pasti lebih jauh serta menurunkan moril para prajuritnya. Pilihan ketiga yaitu musuh akan tinggal ditempat dan membatalkan niatnya untuk melaksanakan operasi karena takut akan resiko yang berada di depan matanya. Pilihan terakhir yaitu tetap nekat menerobos medan ranjau yang sudah aktif tersebut dan tentunya hal ini berarti berhadapan dengan maut. Demikian hebatnya efek yang bisa ditimbulkan oleh senjata Ranjau.

Indonesia adalah Negara Kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 17 ribu pulau dan laut seluas lebih dari 5,8 juta km². Berdasarkan kondisi dan letak geografinya, Indonesia berada di antara benua Asia dan Australia maupun di antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, sehingga menjadikan Indonesia sebagai negara yang memiliki posisi sangat strategis, sehingga berpeluang timbulnya berbagai bentuk dan jenis serta arah ancaman berdimensi militer melalui laut terhadap pertahanan negara. Dengan memperhatikan kondisi geografis sebagai negara kepulauan serta karakter perairan Indonesia, maka salah satu senjata yang sangat efektif untuk mengantisipasi segala bentuk ancaman melalui laut adalah ranjau laut.

Perkembangan teknologi desain kapal saat ini telah melahirkan berbagai inovasi sedemikian rupa sehingga mampu menurunkan pengaruh kapal (ship influence), khususnya pengaruh akustik, magnetik maupun tekanan sehingga ranjau pengaruh jenis akustik, magnetik dan tekanan pun akan sulit untuk mendeteksi keberadaan kapal untuk diledakkan. Hal ini memerlukan pemikiran yang lebih mendalam tentang kemampuan ranjau laut yang benar-benar handal untuk mampu mendeteksi dan menghancurkan kapal-kapal lawan yang mengancam pertahanan Negara Indonesia.

5

Ranjau laut merupakan senjata strategis bagi negara Indonesia yang dapat memberikan pengaruh kuat terhadap pertahanan negara di laut. Oleh karena itu perlu adanya pemikiran yang lebih mendalam tentang perlunya memiliki senjata ranjau laut pintar (smart mines) dalam mendukung strategi pertahanan negara di laut dikaitkan dengan perkembangan teknologi saat ini dan kondisi wilayah perairan negara Indonesia.

Karakteristik perairan Indonesia sangat memungkinkan untuk dilaksanakannya operasi peranjauan, sehingga ranjau laut merupakan jenis senjata yang sangat efektif untuk mengantisipasi ancaman melalui laut yang membahayakan pertahanan Negara. Berdasar kondisi geografis wilayah Indonesia yang terbagi menjadi 2 (dua), yaitu kawasan perairan dangkal (shallow water) dan kawasan perairan dalam (deep water), maka hal ini merupakan peluang strategis memanfaatkan kondisi perairan Indonesia untuk disebari ranjau.

Perairan yang berpotensi sebagai daerah ranjau harus memiliki karakteristik kondisi lingkungan bawah air maupun permukaan air sesuai dengan spesifikasi ranjau laut yang dimiliki TNI AL, yang meliputi : bottom type (tipe dasar laut), arus, pasang surut, salinitas dan lain-lain. Hal ini dimaksudkan supaya ranjau laut yang disebarkan di perairan tersebut tidak terpengaruh oleh kondisi lingkungan, sehingga dapat bekerja secara efektif.

Saat ini perkembangan teknologi di bidang desain kapal, telah memunculkan inovasi yang demikian pesat, diantaranya adalah desain kapal yang mampu menurunkan ship influence, khususnya pressure, magnetic dan acoustic influence. Hal ini dimaksudkan supaya ranjau pengaruh yang memiliki sensor pressure, magnetic dan acoustic akan sulit mendeteksi kapal tersebut sehingga kapal akan tetap aman meskipun melewati daerah ranjau.

Perkembangan teknologi di bidang senjata ranjau laut juga tidak kalah pesat. Ranjau pintar (smart mines) di awal-awal perkembangannya sangat ditakuti karena dianggap sangat berbahaya karena ke-pintar-annya dalam mendeteksi dan menghancurkan sasaran karena memiliki tiga sensornya yang bisa dikombinasikan yaitu sensor akustik, magnetik dan tekanan. Dari kombinasi ketiga sensor tersebut maka smart mines tersebut mampu memilih kapal sasaran yang akan dihancurkan. Akan tetapi ke-pintar-an smart mines tersebut sudah mulai “terjawab” oleh teknologi di bidang desain kapal seperti yang diuraikan di paragraf sebelumnya.

Kenyataan ini tidak bisa dipungkiri, karena perkembangan teknologi memang tidak bisa dihambat dan bahkan semakin maju. Hal yang sama juga terjadi di bidang senjata ranjau. Saat ini smart mines tidak hanya memiliki tiga sensor yaitu akustik, magnetik dan tekanan melainkan telah dilengkapi dengan multi-influence sensors, yaitu magnetic, acoustic, pressure, electric dan seismic inlfuence sensors serta sonar emission detector. Demikian lengkapnya sensor yang dimiliki oleh smart mines tersebut, sehingga mampu memilih target secara individu atau berdasarkan jenis kapalnya serta mampu mengenali atau mengabaikan sistem penyapu ranjau. Yang tidak kalah pentingnya adalah tersedianya ranjau latihan yang bisa digunakan untuk melatih ketrampilan prajurit dalam hal peperangan ranjau. Ranjau latihan tersebut memiliki karakteristik yang sama persis dengan ranjau aslinya.

4

Sejalan dengan perkembangan teknologi militer dunia khususnya di bidang peperangan ranjau yang didorong oleh beragamnya ancaman terhadap suatu negara, mendorong pula terhadap konsep pembangunan kekuatan TNI khususnya TNI AL di masa mendatang. Salah satunya adalah langkah nyata dalam memproyeksikan meremajakan ranjau-ranjau konvesional yang dimiliki TNI AL saat ini menjadi ranjau-ranjau pintar (smart mines) yang memiliki keunggulan dari berbagai aspek. Ranjau-ranjau pintar TNI AL harus bisa diaplikasikan di perairan Indonesia serta mempunyai kemampuan yang handal untuk mendukung strategi pertahanan negara Indonesia.

Ranjau laut TNI AL diharapkan mampu beroperasi pada kedalaman maksimal 300 meter, sehingga dapat diaplikasikan di beberapa perairan Indonesia yang memiliki kedalaman sampai dengan 300 meter. Selain itu dalam hal dimensi pada prinsipnya mengikuti kemampuan kedalaman operasional, semakin dalam kemampuan operasionalnya maka semakin besar dimensinya. Bentuk dan bahan dari badan ranjau sedapat mungkin supaya menyulitkan sonar kapal Buru Ranjau lawan untuk mendeteksi keberadaan ranjau tersebut, misalnya berbentuk kapsul, kerucut maupun bola.

Teknologi terbaru untuk kamuflase badan ranjau supaya sulit dideteksi sonar kapal lawan yaitu anechoic cover yang digunakan untuk melapisi badan ranjau sedemikian rupa sehingga mengurangi sonar target strength.
Sistem aktuasi dan sensor yang diharapkan yaitu memiliki multi-influence sensors (magnetic, acoustic, pressure, electric dan seismic inlfuence sensors serta sonar emission detector) dengan sistem sedemikian rupa sehingga ranjau yang sudah disebar di dasar laut masih bisa disetting dan dikontrol dari permukaan air (dengan acoustic link) sehingga memungkinkan perubahan kombinasi sensor sesuai yang diharapkan serta memudahkan aktivasi dan deaktivasi sensor ranjau. Hal ini sangat bermanfaat untuk fleksibilitas dalam pemilihan sasaran yang akan dihancurkan serta untuk keamanan kapal-kapal kawan yang akan melintas di daerah ranjau tersebut.

10

Ranjau juga sangat diperlukan ketahanlamaannya selama di dasar laut. Aspek ketahanlamaan ranjau yang diharapkan bahwa ranjau mampu beraktifasi minimal selama 365 hari (arming mine). Ketahanlamaan ini mencakup sistem sensorik ranjau maupun material pelindung (material chasing) sehingga keberadaan ranjau yang telah disebar akan mampu berfungsi secara efektif sesuai tujuan operasi. Struktur ranjau harus terbuat dari bahan non-korosif dan kuat sehingga bisa tahan terhadap air laut yang kadar salinitasnya cukup tinggi.

Keberadaan ranjau harus disertai sistem pemeliharaan yang baik, untuk itu ranjau yang dimiliki TNI AL harus memiliki cara dan sistem pemeliharaan yang mudah dan dapat disesuaikan dengan iklim tropis. Selain itu negara produsen memiliki kebebasan hubungan politik dengan semua negara konsumen sehingga keberlangsungan ranjau dimasa mendatang dapat terjamin termasuk tentang penyediaan spare part (suku cadang) yang mudah didapat dan terdapat persamaan spesifikasi teknis dipasaran luas. Yang tidak kalah pentingnya adalah adanya transfer of technology (alih teknologi) dari produsen ke negara pembeli, sehingga hal ini akan sangat memungkinkan untuk dilaksanakannya pembuatan ranjau-ranjau nasional dengan basic technology dari negara pembuat.

9

Konsekuensi dari suatu penyimpanan ranjau dalam jumlah yang besar adalah harus tersedianya prasarana depo-depo ranjau yang memenuhi standar mine storage dan terletak di beberapa pangkalan TNI AL, sehingga mampu menyimpan ranjau dengan aman dan mampu mendukung deployment ranjau secara cepat. Kesiapan sarana penyebaran ranjau berupa kapal atas air, kapal selam maupun pesud yang mampu menyebarkan ranjau juga sangat diperlukan dalam operasi peranjauan. Oleh karena itu perlu adanya modifikasi beberapa kapal atas air, kapal selam dan pesud yang memungkinkan untuk dipasang rel khusus untuk keperluan penyebaran ranjau.

Hal yang tidak kalah pentingnya dalam upaya meningkatkan keterampilan dan profesionalisme prajurit calon pengawak senjata ranjau adalah sarana latihan senjata ranjau, sehingga prajurit tersebut betul-betul terlatih sebelum mereka mengawaki senjata ranjau perang yang sebenarnya. Oleh karena itu diperlukan adanya ranjau latihan (exercise mine), sarana dan prasarana latihan serta program pelatihan yang berkesinambungan.

Dengan memperhatikan kondisi geografis negara Indonesia serta karakteristik perairan Indonesia, maka ranjau laut merupakan senjata strategis TNI AL yang sangat penting untuk mendukung strategi pertahanan negara di laut. Karena akan memberikan implikasi yang sangat positif yaitu pertahanan negara di laut akan diperhitungkan oleh negara lain yang akan mencoba mengancam kedaulatan NKRI.

“Jalesveva Jayamahe”

Share.

55 Komentar

  1. pengusaha coto makassar on

    Terima kasih artikeLnya bung PS , sangat edukatif & meLuaskan wawasan , mengenai artikeL ini ternyata Satuan Ranjau Laut peranannya sangat diperlukan juga , sangat tepat fungsi ke efesienan dan efektifisan nya daLam segi waktu , biaya , dan tujuan bagian dari salah satu ALutsista pertahanan kita 🙂

  2. Artikel yang luar biasa. menambah pengetahuan saya tentang kelautan. tuh ranjau kuat berapa lama bung? jgn2 ranjau bekas PD II juga masih banyak di lautan.

  3. TNI AL sebenernya udah mempunyai kapal perang yg lengkap dan personel laut yg mumpuni ,, mulai lst , penyapu ranjau , lpd , korvet , fregat , hidro , anti kasel dll .. semoga lebih di tingkatkan kualitas dan kuantitasnya …

  4. TNI AL sebenernya udah mempunyai kapal perang yg lengkap dan personel laut yg mumpuni ,, mulai lst , penyapu ranjau , lpd , korvet , fregat , hidro , anti kasel dll .. semoga lebih di tingkatkan kualitas dan kuantitasnya … trims artikelnya bung ps

  5. Panjang sekali artikelnya, kira2 apa dah bersih ya perairan nusantara dari ranjau PD 2 ya? Optimalkah pd saat damai alat ini dipergunakan? Kali pas perang aja ya dipasangnya? Mohon maaf jika salah, moga sehat2 slalu dan salam NKRI. Makasih artikelnya Bung PS

    Jalasveva Jayamahe

  6. Kuliah paanjang dan berwawasan,,mau tanya sudah pernahkah pasukan kita memasang ranjau laut yang mengenai kapal musuh atau tetangga bung PS,,siapa tahu ada clue ,,klu rahasia ga perlu dijabar bung ,,makasih sebelumnya

  7. Sebagai orang awam, saya ini butuh pencerahan dan tambahan wawasan. mungkin krn niat tsb, saya ikut nongkrong diwarung ini, walaupun hanya sebagai pendengar yg baik (SR). Semoga tidak ada yg ngetrol dan melecehkan para tokoh/pemimpin bangsa Indonesia.

  8. Ikut nyimak, mendengarkan dan nongkrong di sini, sebagai orang awam, butuh pencerahan dan tambahan pengetahuan. Semoga di warung ini tidak ada yg ngetrol dan melecehkan para tokoh/pemimpin bangsa Indonesia.

    • tukang service on

      setuju Bung Pitik.. sangat miris rasanya kalau ada oknum” yang melecehkan pemimpin bangsa dan sebagainya.. “Jangan tanyakan apa yang negara berikan kepadamu, tapi tanyakan apa yang kamu berikan kepada negaramu!” Presiden John F Kennedy – Presiden AS ke -35.. salam..

  9. Asslam Wr Wb, Selamat siang NKRI.

    Tesss….SR ijin ikut transmigrasi…., buka cabang atau apalah namanya…
    @Ndan Satrio.. mohon diterima pendaftaran jd awak PGyah.. hi hi

    Transmigrasi.. jadi sadar dah lama nggak dengar kosa kata ini… :migreen:

  10. Waah… smua pada nimbrung d sini. Nice.. Artike yg mencerdaskan Bung PS. Dengan pemerintahan yg baru apa ikan pausnya yg lebih gahar nambah lagi Bung PS ?

  11. ijin nyiman Ndan PS, Mau tanya, Kalo menurut artikel di warung sebelah katanya indonesia ada kemungkinan mau pesen lontong sekilo tidak kurang dari 10 biji ndan, yang bilang utusan dari rusia gitu mohon petunjuk babaranya ndan, kali aja ada clue, gk cuma sekilo aja, bisa jadi semur, atau nakulla, atau malah borrey Classs, hi hi, :mrgreen:

  12. beruang kuyub on

    Selamat sore,

    Jujur sudah rindu sama artikel sesepuh diwarung JKGR namun ternyata pindah ke warung ini.
    Untuk artikel yang satu ini, Bung PS bener-bener bikin otak saya dijejalkan dengan segudang pengetahuan baru.

    Salam NKRI

Reply To Pocong Syereem Cancel Reply