PT-76 dan BTR-50: Duet Maut Ranpur Amfibi di Timor Timur

20

5 Oktober 1975 – Pelanggaran wilayah RI yang dilakukan oleh Fretilin baik berupa penyusupan dan perampokan serta serangan mortir telah mengakibatkan penduduk dan pengungsi Timor Timur menjadi ketakutan. Sebuah LCM (Landing Craft Mechanized) yang dipersenjatai dengan mortir tampak berlayar di dekat wilayah Indonesia di lepas pantai Batugade.

perwira senior yang bermarkas di Motaain, memerintahkan tank PT-76 Marinir yang bersiaga di perbatasan untuk melepaskan tembakan guna menghalaui LCM bersenjata itu. Tembakan pertama yang dilepaskan menyebabkan beberapa orang dalam LCM itu melompat ke laut dan LCM membuat gerakan zig zag. Setelah lima tembakan dilepaskan, maka LCM pun menyingkir.

Hal ini melegakan hati petugas di perbatasan. Pos peninjau Fretilin yang berada di atas bukit ditembak dengan kaliber 76 mm tank amfibi PT-76 dengan peluru HE (High Explosive). Di kemudian hari, ternyata tembakan itu diketahui menewaskan dua orang Fretilin.foto-26 Desember 1975 – Sore hari – BTP-5/Infantri Brigade -1/Pasrat Marinir turun dari Atabae dan segera masuk ke dalam LST (Landing Ship Tank) KRI Teluk Bone bernomer lambung 511 di pantai Tailcao untuk persiapan pendaratan amfibi di Dili pada pukul 05.00 keesokan harinya. Dalam persiapan pendaratan, tank PT-76 dan pansam BTR-50 perlu dilakukan pemeriksaan teknis. Pelaksanaan pemeriksaan dengan cermat pada mesin tank amfibi PT-76 dan pansam BTR-50 agar layak digunakan dalam penyeberangan laut menuju pantai. Uji kelayakannya juga dilakukan penelitian terhadap kebocoran dengan jalan langsung masuk ke laut. Bila ternyata terdapat kebocoran yang tampak berupa gelembung-gelembung udara, maka untuk mengatasinya ditambal dengan kain kanvas dan aspal. BTP-5/Infantri Marinir hanya mempunyai waktu satu jam untuk melakukan uji coba di Tailaco, sebelum tank dan pansam masuk ke dalam LST KRI Teluk Bone.

9 Desember 1975 – malam – unsur Brigade-2/Pasrat Marinir di bawah pimpinan Letnan Kolonel (Mar) Suparno naik ke LST KRI Teluk Langsa yang berlabuh di lepas pantai Dili untuk melakukan pendaratan amfibi di laga sekitar 20 Km Timur Baucau. Pelaksanaan operasi ini dipimpin oleh Kolonel Dading Kalbuadi, Asisten Intelijen Kogasgab.LST KRI Teluk Bone dan dan di LST KRI Teluk Kau, waktu yang digunakan untuk menyeberang laut sejak turun dari LST sampai ke pantai lebih dari dua jam. pasukan amfibi turun dari LST pada pukul 03.32 dan mencapai pantai pada pukul 05.52. Berarti waktu yang diperlukan untuk mencapai pantai ialah 2 jam 20 menit. Memperhitungkan kecepatan dan waktu (kecepatan maksimum tank PT-76 dan pansam BTR-50 di laut ialah 11 Km per jam), maka paling sedikit jarak yang ditempuh dari garis awal di laut sampai ke tumpuan pantai atau beach head lebih dari 20 Km.

foto-6 foto-7

Dalam pendaratan amfibi di Laga pada 10 Desember 1975 itu, ternyata Fretilin tidak memiliki artileri pertahanan pantai. Angkatan Darat Portugal hanya mengandalkan kanon untuk dua Detasemen Artileri yang masing-masing terdiri dari tiga pucuk kanon Pak. 40 buatan Jerman model lama. Keenam kanon kaliber 75 mm dengan jarak tembak 8 Km, itu seluruhnya ditempatkan di Dili.

foto-9 foto-8Saat paling kritis bagi tank dan pansam dalam melakukan pendaratan amfibi ialah pada waktu mencebur ke laut dari LST. Kesenjataan amifibi masing-masing tank ringan PT-76 seberat 14 ton dan pansam BTR-50 seberat 14,5 ton akan tenggelam ke dalam laut untuk beberapa detik sesaat meninggalkan LST, kemudian baru muncul ke atas permukaan laut. Meskipun operasi pendaratan amfibi di Laga tidak mendapat perlawanan, tetapi sebuah BTR-50 mengalami kecelakaan di laut yang memakan korban jiwa.

 

Jalesu Bhumyamca Jayamahe

Share.

20 Komentar

  1. Pengusaha coto makassar on

    Terima kasih artikel bung Tukang sapu dermaga , yang ingin sy tanyakan apakah ini pernah diretrofit ya , oh iya bung narayana pernah babarkan kaLau untuk MBT akan ada Letchtrec dari perancis dan dari rusia PT90 itu berikut TOT ga’ ya , mohon pencerahan Sesepuh 🙂

  2. pelajaran sejarah, penting bagi generasi penerus bangsa ini mengetahui sejarah, sejarah yang tidak di pelintir oleh politik…
    terimakasih bung tukang sapu kuliah kewiraannya…

    salam hangat dari kiluan

  3. walaupun ayah saya gugur didalam btr 50 ini di baucau karena tanknya menginjak ranjau dan sudah dikepung, saya belum pernah mendapatkan kisah pendaratannya di yg ditulis seperti artikel ini. selama ini hanya mendapatkan kisahnya sepotong sepotong. dulu tank btr 50 yg hancur masih sempat nongkrong di depan marinir cilandak sebelum ada markas denjaka. thanks Tukang sapu ato bung ngurah rai, ditunggu artikel komplit operasi seroja selanjutnya.

  4. Penting, sejarah yang tidak dimanipulir oleh orang yang tidak mengerti, atau mengerti tapi dipolitisasi. Perbanyak artikel kayak begini ndan, biar kami bisa cerita sama yang muda2, terutama anak2 saya.
    Thank’s para narsum.

  5. Mohon dimuat artikel pertempuran laut aru, dimana melibatkan beberapa kapal selam yang dulu pernah kita punyai, bagaimana pertempuran tsb (sedikit didramatisir juga gak apa) dimana kapal selam nya bisa sembunyi dalam beberapa jam (sdh diluar batas maksimal) dan kayaknya itu perlu, soalnya selama ini pelajaran sejarah atau PPKN belum memuat cerita2 seperti itu. Biar semangat kebangsaan ini terus diasah.

Reply To lare sarkem Cancel Reply