Hilangnya Musyawarah Di Indonesia

 

Semenjak dirubahnya UUD 1945 Naskah asli menjadi UUD 2002, Indonesia kehilangan pengamalan Sile ke empat, yaitu musyawarah. Dan adanya pergeseran perubahan dari Presidential ke Parlementer. Ditambah adanya aturan Presidential Threshold 20%, menjadikan Indonesia benar-benar parlementer dengan kekuatan partai yang absolut, karenanya orang dari luar partai tidak mungkin bisa mencalonkan menjadi presiden. Karena pemilihan parlemen terlebih dahulu setelah itu jika memenuhi suara 20% baru bisa mencalonkan calon presiden.

Yang terjadi sekarang ini hanya politik transaksional, kepentingan yang bermain, entah itu kepentingan partai, golongan, atau sponsor (bisa itu negara asing atau perusahaan multinasional misal perusahaan farmasi global pembuat vaksin). Memang dalam bernegara, negara kita ini sudah masuk dalam tahap yang mengkhawatirkan, karena yang dicari hanya penguasa bukan pemimpin. Dan penguasa tidak memikirkan kepentingan bangsa dan negara, yang ada hanya kepentingan pribadi, golongan, dan sponsor (bisa itu negara asing atau perusahaan multinasional misal perusahaan farmasi global pembuat vaksin).

Jalan keluar dari ini semua sebenarnya mudah saja, yaitu kembalinya ke UUD 1945 Naskah asli bukan UUD 1945 tapi isinya 2002! Jadi beranikah kita untuk kembali ke UUD 1945 Naskah asli dan mengembalikan minimal seperti para founding father yang merumuskan politik di negara ini. Bukan titipan asing yang mengamandemen UUD 1945 Naskah Asli di tahun 2002 namun masih disebut UUD 1945 bukan UUD 2002, kenapa? Apakah malu mengakui kalau itu bukan UUD 1945?

Cerpen Mengenai Vaksin

 

“Pak Dokter mohon ijin saya mau tanya, vaksin itu wajib apa tidak?” tanya seorang pasien kepada dokter yang akan mendata penduduk yang akan di vaksin, “Oh vaksin enggak wajib ko, karena sesuai dengan Undang-Undang (UU) No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (Pasal 4 & 5) : “Setiap orang berhak atas kesehatan” & “Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan, serta memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau dan juga setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya”. Namun untuk kembali seperti dahulu setiap orang mesti divaksin. Dan bahkan banyak management perusahaan mengharuskan atau mewajibkan semua karyawannya untuk divaksin. Karena anjuran pemerintah seperti itu.” Jawab Sang dokter.

“Berarti sama seperti wudhu ya? Wudhu itu sunah, tapi jadi wajib jika akan melaksanakan solat, karena jika kita solat tanpa wudhu solat kita tidak akan sah, karena salah satu sarat sah solat itu adalah berwudhu”. Timpal sang pasien. “Yah begitulah bahkan dinegara lain ada yang namanya “Green Pass” yang untuk mendapatkannya mesti di vaksin, kita jika tidak ada “Green Pass” tidak bisa masuk ke pusat perbelanjaan, perkantoran, bahkan layanan publik lainnya. Sama halnya akte kelahiran kalau ga ngurus ya ga apa-apa, cuma nanti kan apa-apa (menimbulkan banyak masalah), karena bikin KTP perlu Akte, daftar sekolah perlu Akte, bikin Passpor perlu Akte”. Kita yang bakalan repot nantinya. Tau sendiri kan orang-orang tua jaman dahulu terkadang banyak menyepelkan masalah akte kelahiran anaknya.” Jawab sang dokter kepada pasiennya. Sang pasien dan dokter hanya bisa pasrah kepada yang Maha Kuasa atas sistem yang dholim.

Haram Tapi Mubah

 

Haram itu berarti harus dihindari bahkan terlarang untuk dipergunakan, mubah jika diartikan kedalam bahasa Indonesia artinya diperbolehkan. Sama hal nya daging babi, dalam Islam itu diharamkan untuk dikonsumsi, namun hukumnya dipebolehkan dengan syarat dan ketentuan yang berlaku, semisal kita akan mati kelaparan dan sudah berusaha mencari makanan namun tidak menemukannya, dan pilihan terakhir hanya ada babi, dan itu diperbolehkan dengan catatan kita sudah berusaha semaksimal mungkin mencari sumber makanan lain yang halal dan baik namun tidak ditemukan, pilihannya mati kelaparan atau makan daging babi, untuk menghindari kematian karena kelaparan, daging babi yang tadi hukumnya haram bisa menjadi mubah atau diperbolehkan.

Lagi ramai di medsos Vaksin haram tapi boleh, pertanyaan saya memang kita sudah mencari mati-matian alternatif lain selain vaksin agar kita bisa bertahan hidup? Apakah jika tidak di vaksin kita akan mati? Kalau iya maka vaksin yang haram tadi hukumnya bisa berubah menjadi mubah atau diperbolehkan. Cuma sebelum itu apakah benar jika kita tidak divaksin akan mati? Apakah benar tidak ada alternatif lain selain di vaksin? Apakah benar kita sudah mengupayakan segala usaha untuk mencari alternatif lain selain vaksin? Diberitakan jika virus bermutasi terus menerus, dan vaksin yang haram tadi apakah akan berguna jika terhadap virus yang sudah bermutasi? Apakah akan terus selamanya kita di vaksin walaupun itu haram, karena alasan tidak ada jalan lain selain vaksin?

Mengapa bertanya itu dilarang? Bahkan tidak ada yang berani meneliti dan debat terang-terangan secara terbuka dengan para dokter yang menolak vaksin dan beranggapan ini hanya “Plandemic” bukan “Pandemic”. Mengapa orang yang bukan dokter berkata di medsos, berbicara jika sebuah organisasi adalah “kacung” dari organisasi lainnya dipenjara sedangkan, seorang dokter mengatakan hal yang sama tidak dipenjara, bahkan dipertanyakan pun tidak? Mengapa hari ini saya menulis banyak pertanyaan? Wayangnya bingung lah dalangnya lebih bingung.

Mengapa kita tidak mencoba solusi cerdas dari seorang jurnalis yang membuat investigasi jurnalistik?

strategi penyelesaian covid

Atau seperti mantan menteri kesehatan yang dahulu, yang baru keluar dari penjara, yang menegaskan bahwa Flu burung bukan pandemic. Bahkan bisa membuat vaksin flu burung sendiri. Vaksin buatan luar kebanyakan memakai sistem merubah DNA dan RNA, yang banyak menimbulkan penyakit akhir-akhir ini seperti penyakit kanker, namun mengapa seolah vaksin itu suatu keharusan dan obat sakti pencegah pandemi?

“Sudah-sudah Pak, jangan diteruskan, kondisi lagi begini jangan bikin gaduh, ikuti saja, toh mati ada ditangan Tuhan, yang pasti kita bisa memilih mati dalam situasi tertentu, misal kita banyak berdzikir dan selalu membiasakan berdzikir (mengingat Gusti Alloh) insya Alloh, kita mati dalam keadaan/ situasi dimana kita sedang berdzikir, karena situasi atau keadaan matinya seseorang itu tergantung dari kebiasaannya, jadi biasakan lah yang baik-baik Pak, jangan pagi-pagi misuh-misuh ngomongin Politik mulu, pusing mamah Pak, diajakin ngomong politik tiap hari”. Sang istri memotong pembicaraan. Tamat