Hari ini Obrolan dari pelanggan Warkop bung Kumis , membicarakan masalah Ekonomi Indonesia yang mengenai masalah ” INFRASTRUKTUR”
para pelanggan warkop ,membahas sebuah artikel yang ada di FB yaitu ”
dari bung Ibrahim Kholilul Rohman
(Infrastructure trap) Sebagai seseorang yang sempat belajar ilmu ekonomi, mindset berpikir saya mungkin sama dengan orang lain yang juga belajar ilmu ekonomi : di antara seluruh komponen pembentukan pendapatan nasional, investasi adalah sumber komponen GDP dengan potensi multiplier yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan konsumsi. Apalagi, Jika banyak melibatkan local content baik dari sisi employment maupun raw materials. Salah satu sumber investasi (atau pengeluaran pemerintah tergantung sumber pembiayaanya) adalah pembangunan infrastruktur.
Cara pandang infrastructure led development ini banyak dipakai oleh negara-negara yang ingin menggenjot perekonominya. Spanyol (negara tempat saya tinggal sekarang) melakukan kebijakan yang sama pada tahun 1990– awal 2000an dengan berbagai macam pembangunan infrastruktur: bandara, jalan tol hingga property. Dan tentunya, kiblat utama saat ini adalah China.
Di China rangkaian pembangunan infrastrukturnya nyaris tak berhenti 24/7 365. Teman sharing apartment saya di Swedia dulu pernah cerita :
“Kalau main ke China jangan bertanya X sebelah mananya Y.
Perubahannya sangat cepat. Terakhir pulang tahun lalu, belakang rumah saya sudah ada jalan tol!!” Kurang lebih!
Namun demikian, menurut hemat saya, infrastructure-led growth ini membutuhkan constant monitoring yang amat detail dari fase proposal hingga finishing.
(1) “Butuh vs. tidak butuh” dan “layak vs. tidak layak”. Kalau ditanya butuh atau tidak butuh semua orang pasti butuh tambahan infrastruktur dalam bentuk apapun, mulai dari yang incremental benefitnya rendah sekalipun. Namun seharusnya “layak atau tidak layak” (dengan perhitungan kelayakan proyek yang menghitung opportunity cost—potensi manfaat ketika dana itu dialokasikan untuk keperluan lain) bisa dianalisa dan memberikan penilaian yang obyektif..
Sebelum statusnya sekarang abandoned, tentu Otoritas pemerintah China akan mengatakan bahwa miniatur Paris (Tianducheng) dan miniatur Wall Street (Manhattan)-Yujiapu dibutuhkan untuk merangsang industri pariwisata dan sektor jasa. Nyatanya keduanya mangkrak beserta dengan berbagai macam abandoned infrastructure lain di China mulai dari amusement park, property, ghost towns dan sebagainya.
Sebuah artikel du Business Insider mengatakan :
“Even Beijing wants local governments to move away from GDP targeting and is more focused on developing social housing”..
Jadi internally mereka mengingkan “more peaceful” GDP growth. Mungkin itu juga kenapa mereka sekarang merambah pembangunan infrastruktur di negara lain, beberapa negara Afrika dan….Indonesia saat ini.
(2) Efisiensi. Bahkan yang secara ekonomis-pun “layak” berbagai macam faktor internal dan eksternal bisa sangat berpengaruh. Dua pembangunan infrastruktur di Spanyol yang cukup terkenal adalah jalan tol MP203 di Madrid yang memakan 70 juta EUR, dan Ciudad Real airport seharga 1.1 billion EUR. Dua-duanya 70-80% selesai namun tidak bisa diperasikan sampai sekarang. Valuasi kebutuhan dananya semakin besar seiring waktu dan akhirnya tidak selesai. Bandara sempat beroperasi kurang dari setahun dan sekarang resmi abandoned.
Bahkan salah satu negara yang paling efisien di dunia, Jerman, mengalami hal yang sama, ketika valuasi proyek berkali lipat lebih mahal sering dengan berjalannya waktu seperti pada pembangunan bandara Berlin Brandenburg selama bertahun-tahun. Per 2014 membutuhkan tambahan bailout 1.1 billion (!!!) EUR.
Catatan: Tentu Jerman dan Spanyol membangun sendiri dengan expertise yang sebenarnya terkenal sejak jaman dulu, bukan impor pegawai dan buruh dari negara lain. Minimal employment multiplier mereka sudah mendapatkan selama proyek berjalan.
Yang bahaya adalah, sementara infratructure trap ini terjadi dan no-harm di China (sebagai salah satu negara dengan cadangan devisa terbesar di dunia) dan di Jerman (sebagai negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di Eropa), hal tersebut menghantam Spanyol dengan sangat parah sebagai salah satu dari serangkaian kisis saat ini (tentu tidak hanya dua proyek infrastruktur di atas, namun juga berbagai proyek yang lain termasuk property).
Saya tidak bisa membayangkan jika hal yang sama terjadi di Indonesia..Dengan APBN yang juga pas-pasan dan kondisi ekonomi yang not at its best..
Yang saya tangkap dari pendekatan presiden adalah swinging statement yang memang multi-interpretatif “dana ada!!” dan ketika pada level presiden mengatakan itu, sama seperti seorang anak polos yang bertanya kepada orang tuanya: “Pak, apakah Bapak punya uang karena sekarang sudah dekat jadwal pembayaran SPP” dan si anak luput tahu bahwa yang dimaksud “Bapak punya uang” itu adalah pinjam dari tetangga. Tentu pinjam-pun tidak salah, asal bisa dikembalikan.
Jadi, siapapun sekarang yang memiliki akses harus selalu mengingatkan akan dua hal ini secara fair: hal yang harus diantisipasi dan manfaat dari pembangunan infrastruktur. Kalau Pak Jokowi bilang: dana ada bukan dari APBN, melainkan dari investor, juga harus jelas. Investor mana, apakah taid aid dengan proses pembangunan proyeknya, atau yang dimaksud investor adalah calon haji yang menabungkan uangnya di tabungan haji?
At the end, semua keputusan investasi pada level presiden melibatkan bangsa dan negara tentu lebih dari sekedar ekspansi pabrik atau toko..Wallahu a’lam.
OBROLAN WARKOP PAK KUMIS
Bung Sanjaya : Infrastruktur bukanlah prioritas utama, benahi dulu manajemen dilevel presiden dan bawahannyaa. Banyak aturan main yang dilanggar, membuat keputusan tanpa studi kasus, kurang koorddinasi, lemah kepemimpinan dll. Skala prioritas gak jelas, antar kementrian saling sikut, hedeuh. Mau bicara proyek infrastruktur paling paling bagi bagi duit.
Bung Adhi P: itulah yang terjadi sekarang kang sanjaya, dimana banyak penghambat pembangunan dari level kementrian, gubernur sampai di lapangan pun tidak terkoordinasi dengan baik
Karena pola pikir mereka bukan mensukseskan pembangunan tapi bagian kita berapa?. Contoh yang sangat menghambat adalah kasus dwelling time pelabuhan. sehingga kapasitas bongkar muat tidak efektif dan mengurangi target nilai ekspor impor yang g dikejar pemerintah.
Bung Ghi : Infrastructure led-growth sebenarnya turunan dari Pemikiran Keynes bahwa di saat ekonomi perlu tumbuh dan pelaku ekonomi ragu-ragu atau saling menunggu, maka pemerintah yang harus bertindak melalu intervensi dalam bentuk guyuran dana untuk infrastruktur dan aktivitas ekonomi lain. Konsep ini ada di tataran makro ekonomi.
Yang memang menjadi krusial adalah di tataran implementasi atau mikro ekonominya, mulai dari seberapa besar net benefit-cost nya (di poin 1 di atas) di tingkat perencanaan, hingga seberapa jauh kesesuaian realisasi dengan perencanaan (di poin 2 di atas)
Banyak contoh poin1 atau poin 2 tidak memenuhi standar. Akibatnya memang akan memberatkan ekonomi di kemudian hari. Apalagi di negeri ini yang sangat biasa dengan mentalitas (maaf) “proyek”.
Itu sebab dalam beberapa dekade terakhir makin menguat warning dan standar tentang Kualitas Institusi termasuk di dalamnya Good Corporate Governance yang juga diterapkan di pemerintahan. Ukuran daya saing ekonomi juga memasukkan faktor ini.
Kasus dwelling time mungkin contoh yang paling terkini tentang masalah itu. Hal itu juga sinyal bahwa ada pekerjaan-pekerjaan rumah yang bisa jadi selama ini tersembunyi namun ternyata nyata dampaknya. Dalam kasus dwelling time, secara umum membuat daya saing produk Indonesia menjadi menurun.
Pak Jokowi berbicara di tingkat kebijakan umum. Para menteri dan bawahannya yang harus bisa menjabarkan dan melaksanakannya.
Pada dasarnya kalau negeri ini masih berputar-putar di persoalan itu, maka negeri ini juga belum bisa naik kelas menjadi negara maju, sebab salah satu ciri negara maju adalah pemerintahan yang kredibel dan berintegritas tinggi. Selain itu jika masih berputar seperti itu, maka program-program pembangunan rendah efektifitas dan efisiensinya, bahkan menghasilkan program yang tak terealisasi karena tarikan kepentingan kelompok, seperti misalnya: swasembada pangan.
Semoga kita bisa mengawal jalannya pembangunan dengan apa yang kita punya. imho
Bung Adhi P : hehehe : mantep penjelasannya bung Ghie ..bisa ngga yah… dalam 5 tahun ini, kita masuk ke segmen negara maju.
Bung Atmo : Paham… Paham… #manthuk2… We still have a long way to go
Bung Wehrmacht : Keynesian ya Bung Ghi ?
Waktu Roosevelt naik jadi Presiden yang gantiin Taft yang mampu memperbaiki ekonomi AS akibat Krisis Malaise th.1929 dia mencanangkan program New Deal dimana dia memerintahkan pengadaan proyek proyek raksasa seperti memerintahkan pengadaan proyek proyek raksasa seperti pengeringan danau Tennesee untuk jalan Kereta api. Proyek proyek raksasa ini banyak menyerap tenaga kerja (maklum dulu teknologi terbatas dan serba manual) sehingga satu proyek mampu menyerap hingga 10 ribu tenaga kerja.
Upah dari proyek ini menyebabkan rakyat kembali memiliki daya beli sehingga mengerakkan ekonomi AS, ekonomi AS kembali bergairah dan industri AS mampu bangkit dan menjadi produsen terbesar kebutuhan dunia bersaing dengan Jepang sementara Eropa masih lesu akibat di hajar krisis dan sibuk mengobati lukanya akibat PD1.
Bung Anwar P : nah ilmu ekonomi lagi asyik nyimak dulu.
Bung Wehrmacht : Kalau menurut saya makro Ekonomi Indonesia suadah mendekati titik kritis dimana konsumsi meningkat dan tabungan menipis, rumus pendapatan kan I(ncome) = C(onsume) + S(aving), kalau konsumsi naik sedangkan pendapatan tetap maka yang di gerus saving.
Juga apabila kenaikan pendapatan tidak sebanding dengan kenaikan konsumsi maka yg di embat juga saving, itu kalau punya saving, kalau gak punya yaa korup yang dinaikkan he he he…
Roosevelt bisa memperbaiki ekonomi AS yang morat marit dalam waktu 5 tahun. Hitler cuma butuh waktu 3 tahun…kita gimana ya?
Bung Sanjaya : Kita hanya butuh 10 bulan utk ekonomi kita “meroket” hebat kan? Inilah hebatnya kita hehehehe
Bung Wawan AS : bahan roket nya lpg yah om Sanjaya / , makanya cepet meroket s
Bung Ghi : Iya bung Sanjaya. Keynes mengeluarkan resep mengelola makro ekonomi, yang sampai sekarang (tentu dengan berbagai penyesuaian sesuai perkembangan) tetap dipakai oleh semua negara di dunia.
sedikit berbagi yang saya baca-baca, Amerika saat mengalami kelesuan ekonomi di tahun 30-an sudah merupakan negara maju dengan industri yang kuat. Jadi resep Keynes ibarat menyembuhkan prajurit kuat yang sedang flu berat.
Nah, resep menjadi prajurit kuat adalah konsep-konsep dan teori dari ekonom yang dikenal dengan sebutan Neo Klasik, yang pada intinya meresepkan adanya teknologi (bukan sebatas pemakai tapi juga kreator, inovator, inventor) dan kapital (mesin, alat) yang mumpuni, sebagai faktor supaya suatu negara menjadi prajurit kuat. Kesemuanya diramu dalam bentuk industrialisasi. Dalam perkembangannya industri fisik mulai diimbangi oleh industri sektor jasa (mis: wisata, telekomunikasi, informatika, desain) yang berlanjut hingga sekarang. Itu sebabnya industri yang low tech dipindahkan ke negara berkembang dan negara maju fokus ke industri yang hitech, teknologi terkini, dan green tech, yang harga produknya mahal (nilai tambah tinggi). Bandingkan compact disc kosong made in China seharga ribuan dengan compact disc berisi software seharga jutaan, yang bikin software nya orang Amerika.
Sejak beberapa dekade lalu juga diakui resep pelengkap untuk Neo Klasik, yakni institusi, seperti misalnya kualitas pemerintah (eksekutif legislatif), institusi hukum, pendidikan, norma (disiplin, tekun, kerja keras) sebagai unsur esensial. Aliran ini dikenal dengan nama (New) Institutional Economics.
Negara berkembang yang berhasil naik kelas menjadi negara maju adalah Singapura dan Korsel. Untuk Indonesia Korsel lebih relevan jika akan belajar. Jadi kalau kita belajar changbogo, pesawat, tarantula, LPD mestinya sudah on the track. Mestinya plus resep pengembangan industri mereka yang kuat hulu-hilir nya, sehingga terhindar dari ketergantungan impor dan bukan sebatas operator teknologi
Kalau sekarang K-Pop masuk ke sini, mestinya kita juga harus belajar dalam mengembangkan industri hiburan, misalnya, bagaimana menduniakan dangdut ..
Itu juga jawaban kenapa banyak orang pintar di sini tak bisa membuat kita jadi “prajurit kuat” karena kelemahan institusi kita, di sana banyak yang menjadi elemen dari apa yang disebut mafia impor/kepentingan asing. Impor nilainya besar, di sana besar juga fee nya. Produk sendiri tidak dipakai/dikembangkan. Matilah potensi bangsa. Maka patut dicurigai jangan-jangan mandeknya program mobil listrik juga bagian dari serangan mafia kepentingan asing, yakni pemilik industri mobil yang semuanya orang asing. Silahkan digoogling, pabrik mobil di Indonesia siapa pemegang saham terbesar, tak lain adalah pemilik merek, bukan orang lokal. Kita kebagian jualan saja, semua R&D dipegang pemilik merek. Ini terjadi setelah krisis 1998.
Bung Adi.P : Saat mendekati pusaran krisis para pelaku usaha akan beraikap wait and see sambil melihat potensi dan market share utk menambah invest pun berpikir berkali kali karena konsumsi yg merosit karena daya beli masyarakat yg melemah
Bung Whermacht : Saya pikir pemerintah harus memberi stimulus buat pengusaha yaitu subsidi bunga kredit komersial dan tax holiday…
Sebaliknya untuk kredit konsumsi baru tambah bunganya untuk mengerem laju inflasi…
Bung Atmo P : Tax holiday ga ngaruh…. Gemana bisa ngaruh selama orang pajek nya ditargetkan begitu banyak tanpa ada penambahan wajib pajak yang berarti dan ketegasan pemberian sanksi… Imho
Bung Whermacht: Perlu diketahui kredit konsumsi inilah yg menyumbang inflasi terbesar saat ini karena pada tahun 2000 an Bank Bank kapok ngasih kredit komersial jor joran sehingga pada kolaps saat krisis…bank bank menyebar kreditnya tidak pada sedikit tangan untuk mengurangi resiko…satu satunya cara ya kredit konsumsi…masalahnya masyarakat jd tambah konsumtif…uang beredar banyak di pasar…
Setidaknya pengusaha agak semangat untuk berproduksi Bung Atmo Ndhoet…lumayan nambahin laba menggantikan biaya upah…jadi mereka tdk hrs memecat buruhnya…
Bung Feira AD: UKM dengan basis teknologi sepertinya sedikit banyak juga kayanya ada pengaruh dalam ekonomi
Bung Whermacht : Betul…UKM itulah sebenarnya yg membuat negeri kita masih bs bertahan sejak krisis th.2009 hingga sekarang…tanpa UKM kita sdh balik ke 1998 lagi…
Bung Naga Samaudra : Maaf baru ikut bergabung habis nobar film soedirman bersama Dandim , Besok saya ceritahkan sinopsis Film Soedirman yang membuat dada bergetar dan mata berkaca kaca
By ; Warkop Pak KUMIS
Foto by Google dan Patsus Dede Sherman
15 Komentar
Jooossss
Ora mudeng, sumpahhhh
Infrastruktur Indonesia masih sangat kurang…dan bukan diada2kan terutama luar Jawa…kalo proyek KA Jakarta Bandung sebenarnya masih kategori prestise…kalo yg lain spt pelabuhan jalan tol sumatera, jalan di kalimantan , Sulawesi dan Papua masih kategori memang dibutuhkan…Ketika jalan baik dan lancar maka produk pertanian dapat menjangkau market kota besar dalam bilangan maksimal belasan jam maka nilai tambah yg didapat produsen naik bisa 2 kali lipat sdgkan harga konsumen bisa turun 100 %…contoh saja rambutan , duku dan durian di Makassar…dulu termasuk buah langka dan mahal (durian dan rambutan) sekarang sangat terjangkau dan sangat tersedia dimana2…karena ketika harga beras Rp10 ribu dipasar maka semua beras akan dihargai sama walau ada yg datang dari sawah dekat kota maupun yang jauh ribuan km dipelosok…hal mendorong pasokan lancar adalah jalan yg bagus dan lancar shg pasokan dari luar kota yg jauhpun masih ekonomis masuk di market kota tersebut utk dikonsumsi…mungkin variabel sederhana ini bisa membuat investasi infrastruktur Indonesia logis..China investasi infrastrukturnya saat ini sudah memasuki kategori mencari prestise bukan mengakomodasi kebutuhan yang ada(politik mercusuar) spt kasus stadion Birdnest.. imho
Wah…obrolan yang seru….Numpang nimbrung ya Om om Patriot….
Kalo menurut saya neh kuncinya ada di konsumsi. Secara fitrah, manusia memang di beri fitur untuk mengkonsumsi, baik itu buat makan, rasa aman, dll. Demi memenuhi kebutuhan konsumsi ini maka Allah menciptakan bumi yang secara “otomatis” terus berproduksi menghasilkan raw material untuk dikonsumsi oleh manusia….
Selanjutnya, demi dapat terus mengkonsumsi maka manusia mulai memproduksi jasa dan (memberi nilai tambah) barang untuk selanjutnya saling bertukar.
Seorang karyawan menukarkan tenaga dan jasanya dengan uang sebagai media pembayaran guna dikonsumsi kembali. Seorang pengusaha menukarkan keterampilannya dalam memberi nilai tambah atas barang dengan uang sebagai media pembayaran guna belanja modal dan dikonsumsi kembali.
Konsumsi yang dilakukan ini kemudian mendorong munculnya produksi-produksi jasa dan (pemberian nilai tambah) barang lainnya…
Bagaimana dengan produksi…? Pada dasanya manusia tidak memproduksi, karena yang sebenarnya memproduksi adalah alam yang diciptakan Allah ini. Manusia hanya memberikan nilai tambah… Maksud saya, Alam telah menyediakan pasir besi, kemudian manusia mengelolanya menjadi biji besi, mesin, mobil, chip, dll.
Bagaimana dengan tabungan? secara teori tabungan adalah selisih dari pendapatan yang tidak dikonsumsi. Idealnya tabungan ini harus diputar untuk menggerakkan sektor lain (investasi) atau digunakan individu lain yang kekurangan untuk dikonsumsi (pemerataan pendapatan).
Bagaimana mungkin seseorang bisa memiliki tabungan? Secara sederhana dapat diduga ia memiliki sumber daya alam (aset) yang melimpah sehingga “kaya”, dengan catatan ia mengolah sendiri asetnya.
Dalam konteks negara, Indonesia kaya dengan SDA, tapi mengapa kita harus berhutang? secara sederhana saya menduga kesalahan terbesar kita adalah menyerahkan sektor hulu (raw material) ke pihak asing, sehingga uang kita lari keluar negeri, bukan ke dalam. Kita dapat uang sewa yg sedikit, tapi kemudian membeli raw material yang telah diolah oleh asing dengan harga mahal. akhirnya minus deh….
Dengan asumsi tidak ada ekspor maupun impor. Maka infrastruktur (investasi jangka panjang) tentu harus melihat permintaan pasar. Artinya bukan pemerintah yang mengarahkan pasar, tapi pemerintah mengikuti arah perkembangan pasar dan melakukan pengawasan (terhadap kecurangan di pasar) dan insentif.
Ketika asumsi di atas dihilangkan, saat itu lah pengawasan menjadi lebih sulit, karena pasar menjadi lebar, disinilah institusi pemerintah diminta untuk kuat dan konsisten. Yang terjadi selama ini kan intitusinya yang “letoy” sehingga tidak sanggup mengawasi pasar. Akhirnya ya seperti sekarang ini.
Finally saya cuma mau bilang kalau dalam situasi saat ini, belanja modal a.k.a investasi jangka panjang ada baiknya di timbang dengan sangat baik. Kalau bisa subsidilah masyarakat kecil dan UMKM, karena sebenarnya sebesar apapun produksi dalam negeri bila tidak ada yg (daya) beli maka produksi tadi seperti kisah mangkaknya pembangunan bandara di Jerman atau amusement pak di China…. Punya jalan lebar tapi ga ada mobil yg bisa jalan karena BBM mahal ya berat di perawatan jalannya dari pada pajak kendaraannya.
Injury Time, Kacaunya pendapat saya di atas sekacau rumah saya yg lagi ditinggal bini….
makanya jalankan ekonomi syariah kalau mau aman dunia akhirat, jangan malah di hambat kemajuannya. perbedaannya kelihatannya sepele, antara riba dan tidak riba, tapi akibat yang di munculkannya lebih banyak celakanya daripada manfaatnya. kalau mau bersekutu dengan tuhan bukan dengan setan.. hahaha…
Nunggu pencerahan sesepuh tentang infrastruktur, ekonomi dan dana strategis pembangunan jangka panjang
“…mohon info/analisa-nya..kenapa proyek kereta cepat JAK-BAN dibatalkan oleh presiden.adakah kepentingan -lain- yang ter-ancam-apabila salah satu diantara cina/jepang menjadi -pemenang/pelaksana-nya…???.
..pada hal bila jadi terelasiasi akan mengurangi pengangguran dan meningkatkan SDM lokal(TOT)…
..dan satu lagi tentang -hasil-pembicaraan atas kunjungan presiden mesir ke indonesia…apa ada yang diperlukan disini ???
Asal jangan untuk pengerjaannya, di import juga tenaga kerja asing dan aseng. Gelombang PHK terus susul menyusul tapi juga gelombang tenaga kerja impor terus susul menyusul. Tapi ini tidak terjadi di negara Indonesia, namun di negeri antah berantah, negeri semu berdaulat mungkin juga semu pemimpin.!!??
Mungkin mau belajar cara membantai rakyatnya tanpa Dunia Internasional bisa menyentuhnya walau dgn dalih HAM sekalipun.
Spanyol (negara tempat saya tinggal sekarang) …… SILAHKAN PULANG….BANTU APA YG BISA ANDA BANTU BUAT NEGARA INI……JGN NAMBAHIN RUNYAM NEGARA INI…SEMENTARA ANDA TIDAK TINGGAL DISINI…PAHAM
jangan pakai nick dobel dobel itu pelanggaran
gimana mo nolak tenaga asing/aseng yang masuk -NKRI-…apa ingin tki/tkw yang bekerja -diluar-diusir dan disuruh pulang oleh tuan-nya ???
..kalau-diri-kirim tenaga kerja keluar negeri maka yang harus mau dikirimi tenaga dari luar negeri untuk masuk/kerja di-sini/dalam negeri(imbal balik)..
duit terbatas, orang2 pada ngarep/main proyek, akhirnya mutu proyek menurun, contoh jalan pantura, kalau kualitasnya sekali bangun untuk 20 tahun, tentunya anggaran tahun berikutnya bisa untuk proyek yang lain, mis: jembatan, waduk, rel, dll, jadi anggaran tidak kesedot melulu untuk nebelin pantura tiap tahun
Namanya proyek ada potonganya :
1. pajak(PPn dan PPh) 12,5%
2. POLOGORO:
Sebelum reformasi Pologoro 2,5%
Sesudah reformasi pologoro 35%
Ngarep proyek……di jaman reformasi gini…
😛
Kenapa negara kita gak coba untuk mandiri? Kurangi dulu impor mobil,sepeda motor,tv dan kebutuhan sekunder lainnya.. Kalau kita bisa bikin knp tidak?
Tapi ya balik lagi ke akarnya..lah wong pejabat2 mikirin kantong gak mikirin nasib bangsa ini…
Masih hidup dalam bayang2 dan tekanan pihak asing..
Kalau negara ini memulai mandiri ya pasti ada resikonya.. cina dulu juga gitu..tapi lihatlah cina sekarang..perlahan lahan mulai bangkit n kemudian menjadi negara super power..
Semoga Allah selalu melindungi negeri tercinta ini..amin