CORETAN PRAJURIT

12

PANCASILA DASAR POKOK KEBERAGAMAN DI INDONESIA

Penulis : Kapten Inf Tafsir (Danramil Papar-Kodim 0809/kediri)

pendimkediridedenew199

Toleransi dalam beragama bukan lagi sebuah perdebatan baru bagi Indonesia. Tuntutan terhadap toleransi beragama juga tidak berasal dari pertimbangan-pertimbangan teologis maupun religius. Toleransi beragama merupakan tuntutan yang dikedepankan ketika keseluruhan struktur masyarakat berada dalam situasi kritis. Dalam hal ini, masyarakat sedang dalam taraf membangun pola pikir baru untuk menciptakan tatanan yang lebih dominan di mana setiap lapisan masyarakat dapat menerimanya.

Bagaimana pun, toleransi dan tenggang rasa harus bisa melebur dalam setiap kegiatan dialog lintas agama untuk mewujudkan masyarakat yang kritis, tidak apatis, dan bertindak sesuai pada kaidah beragama dan hukum. Tentu saja, setiap agama mengajarkan hal yang sama untuk menghadapi perbedaan dan ini yang harus bisa terwujudkan. Pemuda, sebagai generasi yang aktif, pun dapat ikut serta dalam dialog lintas agama tanpa perlu memunculkan sikap intoleran dan egoisme. Justru, sebagai generasi yang modern, toleransi harus bisa diterima dan dicerminkan oleh pemuda, terutama dalam kegiatan seperti ini.

Penerapan kehidupan Pancasila pun bisa menjadi nyata ketika dihadapkan kepada dialog lintas agama. Keterbukaan, demokrasi, ketuhanan, keadilan, dan kemanusiaan menjadi prioritas yang harus digalakkan dalam sistem kemasyarakatan yang bisa dibangun melalui dialog lintas agama. Namun, tidak menjadikan seluruh kegiatan tersebut berbasis kepada Pancasila, tetapi menjadikan Pancasila sebagai pedoman untuk setiap tindakan yang dilaksanakan dalam kegiatan yang mengatasnamakan pluralisme tersebut.

Dialog lintas agama sudah harus menjadi bagian dari kemasyarakatan bangsa Indonesia. Adalah hal yang penting selalu mendukung dan mempromosikan dialog lintas agama karena untuk membangun dasar bahwa Indonesia adalah bangsa yang terdiri dari berbagai macam suku, agama, dan ras yang berbeda-beda itu bagian yang intim dan perlu diupayakan dengan serius sehingga tidak memunculkan Indonesia yang terkotak-kotak akibat perbedaan tersebut. Dialog lintas agama pun harus didukung dari berbagai lapisan masyarakat, baik dari pemerintah, komunitas, kaum akademisi, sampai masyarakat. Tidak hanya itu, membangun Indonesia yang lebih toleran harus menjadi kesadaran bersama. Ini perlu ditekankan agar budaya toleransi tidak menjadi sesuatu yang asing untuk bangsa Indonesia.

Satu hal yang tidak boleh terlupakan dari bangsa Indonesia adalah “Bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrwa” yang menjadi semboyan Republik Indonesia. Sejak zaman kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha dahulu, sudah ada kesadaran bahwa Indonesia akan terlahir sebagai negara yang berbeda-beda, namun mengapa tidak untuk bersatu di dalam perbedaan tersebut ? Demikian pula kesadaran yang sudah dibangun oleh kaum nasionalis dalam Sidang BPUPKI agar Indonesia tidaklah berdiri sebagai negara dengan satu agama, melainkan membiarkan perbedaan itu ada dan melebur dalam kesatuannya. Apakah dialog lintas agama yang bisa menjadi salah satu saluran untuk menyuarakan perbedaan tersebut mengejawantah?

Rasa optimis harus berada di dalam masyarakat yang ikut berpartisipasi tersebut. Indonesia dibangun bukan oleh umat Islam, Kristen, Buddha, atau Hindu saja. Maka, akan sangat memungkinkan apabila toleransi dan tenggang rasa dalam berbangsa dan bernegara sebagai prioritas utama. Penetasan telur Pancasila dalam sila-silanya pun bisa termanifestasikan dalam kehidupan rakyat Indonesia. Pancasila pun tidak sekadar menjadi landasan ideologi bangsa ini saja, tetapi juga cerminan untuk bermasyarakat.

Demikian pula dengan mewujudkan sila-sila Pancasila dalam beragama di kehidupan bermasyarakat bukanlah hal yang tidak mungkin. Sari-sari Pancasila adalah seluruh inti yang diterima dan diajarkan oleh seluruh agama di Indonesia. Tidak memihak pada satu agama pun, tidak juga memilih Pancasila akan memandang ke arah agama apa. Pancasila menjadi sebuah landasan yang netral yang bisa diterjemahkan oleh seluruh agama. Ini menjadikan Pancasila sebagai sebuah falsafah yang sudah dibangun sejak Indonesia dilahirkan yang telah hidup dan akan tetap hidup apabila perbedaan tidak menjadi halangan, melainkan alat untuk saling melengkapi satu dengan yang lain.

pendimkediri1dedenew198

PENERAPAN PANCASILA DI MASA LAMPAU

Penulis : Kapten Arh Puguh Bintarto (Danramil Semen-Kodim 0809/kediri)

Sebelum kerajaan Majapahit berdiri telah muncul kerajaan-kerajaan di Jawa Tengah dan Jawa Timur secara silih berganti, yaitu Kerajaan Kalingga (abad ke VII), Sanjaya (abad ke VIII), sebagai refleksi puncak budaya dari kerajaan tersebut adalah dibangunnya candi Borobudur (candi agama Budha pada abad ke IX) dan candi Prambanan (candi agama Hindu pada abad ke X).

Di Jawa Timur muncul pula kerajaan-kerajaan, yaitu Isana (abad ke IX), Dharmawangsa (abad ke X), Airlangga (abad ke XI). Agama yang diakui kerajaan adalah agama Budha, agama Wisnu dan agama Syiwa telah hidup berdampingan secara damai. Nilai-nilai kemanusiaan telah tercermin dalam kerajaan ini, terbukti menurut prasasti Kelagen bahwa Raja Airlangga telah mengadakan hubungan dagang dan bekerja sama dengan Benggala, Chola dan Champa. Sebagai nilai-nilai sila keempat telah terwujud yaitu dengan dianggatnya Airlangga sebagai raja melalui musyawarah antara pengikut Airlangga dengan rakyat dan kaum Brahmana. Sedangkan nilai-nilai keadilan sosial terwujud pada saat raja Airlangga memerintahkan untuk membuat tanggul dan waduk demi kesejahteraan pertanian rakyat.

Pada abad ke XIII berdiri kerajaan Singasari di Kediri Jawa Timur yang ada hubungannya dengan berdirinya kerajaan Majapahit (1293) Zaman Keemasan Majapahit pada pemerintahan raja Hayam Wuruk dengan maha patih Gajah Mada. Wilayah kekuasaan Majapahit semasa jayanya membentang dari semananjung Melayu sampai ke Irian Jaya.

Pengamalan sila Ketuhanan Yang Maha Esa telah terbukti pada waktu agama Hindu dan Budha hidup berdampingan secara damai, Empu Prapanca menulis Negarakertagama (1365) yang di dalamnya telah terdapat istilah “Pancasila”. Empu Tantular mengarang buku Sutasoma dimana dalam buku itu tedapat seloka persatuan nasional yang berbunyi “Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrua”, artinya walaupun berbeda-beda, namun satu jua dan tidak ada agama yang memiliki tujuan yang berbeda. Hal ini menunjukkan realitas beragama saat itu. Seloka toleransi ini juga diterima oleh kerajaan Pasai di Sumatera sebagai bagian kerajaan Majapahit yang telah memeluk agama Islam.

Sila kemanusiaan telah terwujud, yaitu hubungan raja Hayam Wuruk dengan baik dengan kerajaan Tiongkok, Ayoda, Champa dan Kamboja. Menagadakan persahabatan dengan negara-negara tetangga atas dasar “ Mitreka Satata”.

Sebagai perwujudan nilai-nilai Sila Persatuan Indonesia telah terwujud dengan keutuhan kerajaan, khususnya Sumpah Palapa yang diucapkan oleh Gajah Mada yang diucapkannya pada sidang Ratu dan Menteri-menteri pada tahun 1331 yang berisi cita-cita mempersatukan seluruh nusantara raya yang berbunyi : Saya baru akan berhenti berpuasa makan palapa, jika seluruh nusantara bertakluk di bawah kekuasaan negara, jika gurun, Seram, Tanjung, Haru, Pahang, Dempo, Bali, Sundda, Palembang dan Tumasik telah dikalahkan.

Sila Kerakyatan (keempat) sebagai nilai-nilai musyawarah dan mufakat yang dilakukan oleh sistim pemerintahan kerajaan Majapahit Menurut prasasti Brumbung (1329) dalam tata pemerintahan kerajaan Majapahit terdapat semacam penasehat kerajaan seperti Rakryan I Hino, I Sirikan dan I Halu yang berarti memberikan nasehat kepada raja. Kerukuan dan gotong royong dalam kehidupan masyarakat telah menumbuhkan adat bermusyawarah untuk mufakat dalam memutuskan masalah bersama.

Sedangkan perwujudan sila keadilan sosial adalah sebagai wujud dari berdirinya kerajaan beberapa abad yang tentunya ditopang dengan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.

pendimkediri2dedenew197

PLURALISME SEBAGAI KONSEP POKOK BERBANGSA & BERNEGARA

Penulis : Kapten Czi Kustoyo (Danramil Kandangan-Kodim 0809/kediri)

Pancasila merupakan konsensus politik the founding fathers Indonesia ketika merumuskan dasar negara. Pluralisme dan multikulturalisme menjadi frame besar yang membingkai pemikiran mereka. Hal ini terlihat jelas pada usulan “kebangsaan/nasionalisme” sebagai sila pertama Pancasila yang dikemukakan oleh tiga tokoh besar dalam Sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia), yaitu Muhammad Yamin, Soepomo dan Soekarno. Bukan sesuatu yang kebetulan, tetapi beranjak dari refleksi atas realitas keragaman bangsa Indonesia.

Dalam buku Risalah BPUPKI dijelaskan bahwa Soekarno pun tidak “mensakralkan” konsep Pancasila yang dirumuskannya. Bahkan ia mengatakan kalau ada yang tidak suka dengan bilangan 5 (lima) bisa diperas menjadi 3 (tiga) dengan nama Trisila, dan dapat pula diperas menjadi 1 (satu) sila dengan nama Eka Sila. Bagi Soekarno, hal yang jauh lebih penting dari sekedar bilangan-bilangan itu adalah terbentuknya dasar negara yang mewadahi dan mempersatukan seluruh keragaman bangsa Indonesia. Ketika ditanya mengapa Ketuhanan tidak dijadikan sebagai sila pertama, Soekarno menjawab bahwa kalau pun tidak ada sila ketuhanan dalam Pancasila, pada kenyataannya semua orang Indonesia sudah beragama. Agama, dalam arti kepenganutan agama, tidak menjadi persoalan untuk negara ini. Namun, keberadaan berbagai agamalah yang harus diwadahi dan disatukan.

Harus dipahami bahwa satu pandangan pluralisme tidak dapat mewakili, menggambarkan dan memberi solusi terhadap seluruh kenyataan manusia di dunia ini. Para tokoh pluralisme menyadari berbagai varian dalam pluralisme itu sendiri. Pluralisme Pancasila adalah dirkursus menarik yang perlu dipikirkan secara filosofis. Sejauh penelusuran saya, Pluralisme Pancasila telah lama hidup di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Pela Gandong (aturan adat di Ambon), misalnya, mengandung ajaran toleransi yang sangat tinggi. Apabila masyarakat Kristen memiliki hajat maka orang Islam yang menjadi panitia, demikian pula sebaliknya. Hanya saja, tradisi-tradisi bermuatan nilai pluralisme ini belum banyak diangkat oleh para ilmuan yang konsen dengan Pancasila.

Secara garis besar, Pluralisme Pancasila didasarkan pada konsep Tuhan yang Satu, Kemanusiaan, Persatuan/kebangsaan, Demokrasi dan Keadilan. Secara filosofis kelima sila ini dapat klasifikasikan sebagai berikut: sila 1 merupakan dasar ontologis pluralisme, sila 2,3,4 sebagai dasar epistemologis dan sila 5 menjadi dasar aksiologis. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa mengafirmasi konsep ketuhanan seluruh agama yang ada di Indonesia. Dari segi eksoterik, pemahaman manusia tentang Tuhan sangat beragam. Namun secara esoterik Tuhan itu satu. Ungkapan terkenal yang menyiratkan hal ini adalah Bhinneka Tunggal Ika, Tan Hanna Dharma Mangrua (berbeda-beda tetapi tetap satu, tidak ada pengabdian yang mendua, artinya berbeda-beda jalan, namun sesungguhnya semua menuju pada Tuhan yang satu.)

Dasar ontologis di atas menjadi pijakan bagi landasan epistemologis Pluralisme Pancasila yaitu kemanusiaan, persatuan dan kerakyatan. Pluralisme harus didasarkan pada pemahaman kolektif bahwa semua manusia memilki hak yang sama dan harus diperlakukan secara adil dan beradab. Konsep pluralisme perlu ditarik dari dimensi teologis menuju dimensi sosial-kemanusiaan “selera itu tidak dapat diperdebatkan”.

dedenew196

by Pendim Kediri
Gambar by Pendim Kediri dan Patsus Dede Sherman

Share.

12 Komentar

  1. Sungguh NKRI adalah manifestasi Nusantara yang agung, terlihat sejarah nusantara yang meliputi sebagian wilayah asia, implementasi Pancasila yang telah teraplikasikan dari jaman kerajaan. dan menjadi percontohan bagi negara luar saat ini. dan sangat terlihat jelas saat hari besar Islam dan Nasrani diakhir tahun kemarin, begitu harmonis dalam menjalankan ibadah bagi masing masing agama, semoga keharmonisan antar suku, ras, dan agama bisa terus berlanjut.
    Jayalah negeriku Indonesia.
    salam buat warga patga.

  2. Mencerahkan artikelnya…dan kompak antara para penulis. Maturnuwun

    Semoga semakin banyak artikel dipublikasikan di forum ini.

  3. yang baca artikel ini sampai saat ini baru 11, berarti mayoritas Lebih Tertarik baca cerita Hoax TNI AL / TNI AU…..

Leave A Reply