untuk MENYELAMATKAN DIRI DARI KONTRAKSI SEMESTA

8

GERHANA MATAHARI 2016

deddy16

Karena peristiwanya sudah berlalu, jadi baru bisa saya komentari … seperti biasa tentunya ditinjau dari aspek budaya dan adat.

Gerhana Matahari adalah suatu peristiwa alam LUAR BIASA, apalagi bila area yang dilewatinya mampu melihat nya Sebagai “Gerhana Matahari Total”. Peristiwanya sendiri berlangsung secara periodik waktu tertentu akibat dari sistem orbit tata surya yang kita tempati ini. Ada dua penyebabnya, yang pertama adalah ketika Matahari tertutup oleh orbit Bulan dan yang kedua adalah ketika Matahari tertutup orbit Planet lain. Keduanya memberikan efek fisik dan spiritual yang berbeda bagi kehidupan di bumi.

Seperti kita pahami bersama, bahwa pada saat terjadinya proses Bulan Purnama dan Bulan Surut (Tilem Sasi), kejadian itu mampu membuat lautan mengalami pasang surut akibat pergerakan orbit bulan terhadap bumi.

Pada kasus Gerhana Bulan, dimana orbit Bumi menghalangi pantulan sinar Matahari ke Bulan, dan Bulan mengalami hentakan orbit gravitasinya. Dan itu juga berpengaruh pada pola kehidupan di Bumi. Sedangkan pada kasus Gerhana Matahari berlaku sebaliknya, dimana Bumi yang mengalami hentakan orbit gravitasinya. Karena kedua peristiwa berlangsung singkat, maka dibutuhkan kepekaan yang tinggi bagi tubuh kita untuk merasakan efek fisik maupun spiritualnya.

Bagi sebagian orang itu kejadian biasa, tapi dalam pemahaman catatan panjang kesejarahan baik catatan oleh suatu peradabab atau catatan keagamaan, menganggap ini KEJADIAN LUAR BIASA yang harus diantisipasi.

Bila Bulan Purnama saja mampu membuat lautan luas mengalami pasang surut, apalagi hanya beberapa liter darah dalam tubuh kita. Secara fisiologi jelas akan terpengaruh pula adanya. Konon pasang surut darah akibat Bulan Purnama menyebabkan munculnya perasaan romantis berlebihan, terguncangnya spiritual dan lainnya. Bahkan ada riset di Jepang yang menyebutkan banyaknya kejadian bunuh diri pada saat Bulan Purnama.

Bagaimana bila kejadiannya Gerhana Bulan atau Matahari ? jawabannya … ya semakin dominan melebihi peristiwa purnama itu. Khusus Gerhana Matahari, ada kontraksi spiritual ketika jam biologis tubuh dibuka tutup dengan cepat atas perubahan situasi semesta dalam suasana gelap terang (situasi malam dan siang). Ini juga menghentak medan magnetis bumi, juga lemparan kejut partikel Matahari secara cepat pada saat proses munculnya kembali akan dapat merusak keseimbangan partikel semesta (dalam kondisi normal dipagi hari, partikel itu meningkat pelan-pelan dari Fajar hingga Pagi).

Maka analisa FISIOLOGI, ASTRONOMI, SPIRITUAL yang saya jabarkan diatas itulah yang kemudian mendasari lahirnya suatu perilaku adat dan keagamaan dalam menyikapi kejadian luar biasa dari alam tersebut.

Pada intinya leluhur kita yang pandai dan peka terhadap kejadian alam, merumuskan suatu cara bagaimana menyelamatkan kondisi fisik dan spiritual manusia atas hentakan alam sekitarnya. Ada dua mekanisme dasar, yang pertama adalah sistem perlindungan dan yang kedua dengan cara melawannya.

Dalam mekanisme perlindungan, ada ajaran adat yang sama dengan ajaran keagamaan apapun (berlaku universal) : manusia secara fisik dijauhkan dari kejadiannya. Mereka diminta berada dalam goa, ruang tertutup atau rumah ibadah dan beribadah secara khusus memohon perlindungan Tuhan atas kejadian alam itu. Secara fisik akan mengamankan raga dari pasang surut cairan tubuh dan kejutan radiasi semesta, secara spiritual akan memperkecil gelombang perasaan yang berpengaruh pada perilaku. Sebab ketika melakukan meditasi dan ibadah, stabilitas rasanya akan mengunci dari pengaruh luar.

Sebaliknya dalam mekanisme perlawanan, diasumsikan bahwa tubuh dan rasa dikondisikan hiperaktif. Dimana kita melakukan kegiatan yang energinya harus bisa mengalahkan kejutan semesta yang terjadi. Ada dengan mekanisme berpuasa, menari ritual, berjalan jauh dan banyak lagi variasinya.

Dua mekanisme tadi melahirkan ritual agama : SHOLAT GERHANA, PUJA SURYA, MANEKUNG JAGAD dan lainnya (metode perlindungan). Juga melahirkan ritual : KETUK ALU, DOLANAN BOCAH, PUASA GERHANA, GEBLOGAN KASUR, NGLEMPIT BUMI dan lainnya (metode perlawanan).

Bagaimana dengan pengaruhnya terhadap semesta lainnya. Pernah Gerhana Matahari Total Tahun 1983 lalu dalam liputan visual TVRI, ketika kondisi gelap mendadak … beberapa hewan percobaan mengalami kegelisahan dan kemudian berusaha untuk tidur. Beberapa saat kemudian seiring Matahari muncul kembali, ayam pun berkokok bak pagi hari dan kegelisahan hewan kembali terjadi dalam intensitas lebih tinggi. Hal yang sama terjadi pada tumbuhan percobaan : Putri Malu, yang juga daunnya menutup saat gerhana dan kembali membuka saat semuanya pulih. Jelas ini ada kontraksi fisik dan spiritual pada mahluk.

Kalau semesta terpengaruh demikian hebat, bagaimana dengan peristiwa kehidupan dunia. Jelas iyalah … konon banyak kejadian besar selalu berdekatan dengan proses kegelisahan alam. Dicatat : GUNUNG MELETUS, BANJIR, GERHANA dan KOMET.

Pengaruhnya apa bagi ramalan masa depan Negara dan Kepemimpinan Indonesia ? … Ya jelas ada … dan banyak primbon adat yang berusaha teliti mencatat kejadian luar biasa pada waktu tertentu akan menghasilkan kejadian besar apa …

Silahkan kembali belajar tentang PRIMBON ADAT ataupun ILMU ASTRONOMI dan pengaruhnya terhadap kejadian didepan (tentunya itu berhubungan dengan kontraksi fisik dan spiritual mahluk akibat kejadian alam luar biasa).

Selamat belajar … masa harus saya cerita in terus, nggak pintar-pintar nanti

 

Jaya – Jaya – Wijayanti
Deddy Endarto Wilwatikta untuk MENYELAMATKAN DIRI DARI KONTRAKSI SEMESTA

NB :
Semoga ketika tadi peristiwa terjadi dan 40 hari kedepan anda sudah mempertimbangkan hal ini.

deddy15

GARUDHAYEKSA

Telah selesai sudah aku daki …
Puncak PANCAWALIKRAMA …
Menguji raga dan hati ini …

Puncak Pancawalikrama adalah gunung berpuncak lima yang dinamakan juga sebagai Pawitra atau tempat mata air kehidupan para dewa Tirta Amerta, yang kini dijuluki gunung Penanggungan.

Di gunung ini secara RIBUAN tahun telah diajarkan tentang pemahaman kepemimpinan Nusantara bagi para calon raja di Jawa Timur. Ujian terakhir dari para calon pemimpin itu adalah dengan mendirikan candi pemujaan diatas puncak perwara. Sedangkan puncak utama dibiarkan kosong karena itu adalah tahta bagi Sang Hyang Wenang.

Di puncak perwara itu kami harus belajar cara memimpin semesta (gunung Bekel), memimpin niskala semesta (gunung Sarahklopo), memurnikan hati memuja Tuhan semesta raya (gunung Kemuncup), menghormati para pendahulu kami yang mengajarkan adat dan ilmu pengetahuan (gunung Gajahmungkur). Setelah itu barulah ujian terakhir dipagelarkan di puncak utama Pawitra.

Ksatrya utama itu adalah panitisnya Sang Hyang Wisnu, dewa pemelihara semesta. Konon mahluk paling perkasa itu adalah GARUDHA, yang dengan ketulusan hatinya demi ibunya naik ke kahyangan menggugat para dewa dan meminta tirta amerta guna menebus ibunya.

Tak satupun senjata dewa mampu melukai kulitnya yang dilindungi cahaya dharma utama. Bahkan bulu Garudha mampu melukai pasukan para dewa. Atas perintah Sang Hyang Wenang, Bhatara Wisnu diutus menghadapi sang Garudha. Bukan dalam pertempuran fisik, tapi dalam diplomasi kadewatan tingkat tinggi tentang arti kebenaran dan kehidupan. Dan keduanya akhirnya sepakat bersatu untuk menjaga kebenaran itu sendiri, inilah saat detik GARUDHAMUKHA lahir di semesta raya.

Bila saja Garudha adalah personifikasi dari para pejuang negeri yang tulus membela ibunya Pertiwi dengan resiko apapun juga, maka Bhatara Wisnu adalah personifikasi dari seorang pemimpin yang mampu mengendalikan keliaran dan keperkasaan para pejuang itu agar punya arah yang tepat guna mencapai hakekat kebenaran dan menjaganya agar tetap tegak ada.

Peran itu yang disebut dengan GARUDHAYEKSA atau Sang Penunggang Garudha atau Pengendali Garudha. Kini adat Jawa hanya mewarisi kereta kencana yang digunakan para raja seluruh kerajaan Jawa ketika diwisuda bernama SANG GARUDHAYEKSA. Tapi apakah mereka masih paham warisan ajaran GARUDHAYEKSA yang harus dipelajari dengan mendaki gunung PANCAWALIKRAMA ???

Pangkat itu beda dengan derajat, bisa saja seseorang berpangkat raja tetapi gagal mencapai derajat ksatrya utamanya. Bahkan sebaliknya, ada sosok rakyat yang mencapai derajat ksatrya utama tetapi bukan raja. Tuhan dan alam semesta itu cermin hakekat ADIL SEJATI, maka sang ksatrya utama pun diganjar dengan tahta kencana semesta. Yang diakui seluruh kehidupan, bukan tahta hasil rekadaya mahluk bernama manusia.

Pertanyaannya … siapa sesungguhnya yang pantas duduk sebagai GARUDHAYEKSA ??? Jawabnya adalah siapa saja yang berani memikul tanggung jawab atas kewajibannya, dan mahluk pilihan dewata menunggang Garudha guna menjaga kebenarannya semesta.

Jaya – Jaya – Wijayanti
\
Deddy Endarto Wilwatikta untuk TRAH PANEMBAHAN PAWITRAN

Gambar Patsus Deddy Endarto Wilwatikta

Share.

8 Komentar

  1. Artikel yang berat Bung Deddy, saya mengamini artikelnya, karena saya juga pernah degar cerita dari sepuh dahulu, yang waktu itu saya masih menganggapnya hanya cerita pengantar tidur semata, ternyata cerita tersebut sama seperti lirik Navajo banyak makna tersirat didalamnya, yang apabila kita mencari tahu, akan semakin ingin tahu….salam Bung Deddy , terus berkarya…

Leave A Reply