KASUS BERAS : Persaingan Usaha Tak Sehat ??

6

Kasus beras: persaingan usaha tak sehat?

dedenew549

Sambil tiap hari baca, bagaimana Mentan dan aparat memberantas mereka yang menjual beras di atas sekitar 9000 Rupiah per Kg (hari ini ada berita, diungkap oplosan di gudang Bulog), saya sedikit berpendapat khusus tentang topik di atas.

Yang jelas, membuktikan hal itu memang tugas KPPU. Setahu saya, KPPU harus bisa membuktikan bahwa perusahaan terduga, melanggar prinsip persaingan usaha yang sehat. Logikanya melihat kasus per kasus. Kenapa? Karena bisa terjadi di satu wilayah, praktik membeli harga tinggi gabah/beras relatif tak berpengaruh pada pesaing karena di sana total omzet pasar jauh lebih besar dari pembelian perusahaan tersebut, dengan banyak pelaku dan masing-masing omzet relatif kecil dibanding omzet pasar.

Yang begini apakah dikatakan ada tindakan persaingan tak sehat? Kalau ya, berarti penegak hukum harus menelisik secara luas praktik yang bisa juga dilakukan pelaku lain.

Jika apapun kondisinya tetap bisa dikatakan salah karena adanya motif, upaya sistematis, dll, maka mestinya pasar harus ditertibkan terutama fokus pada beras berharga tinggi yang mudah ditemui di pasaran dengan berbagai merek. Kita semua tentu akan memberi perhatian hal ini sebab Mentan telah menyatakan seharusnya harga tak lebih dari 9000 Rupiah Per Kg dan 90% beras adalah bersubsidi

Sebaliknya, semestinya yang membeli harga beras dari petani rendah juga ditelusuri, sebab jangan-jangan pembeli menguasai pasar (oligopsoni atau monopsoni), atau daya tawarnya sangat besar, sehingga sering muncul keluhan petani. Daya tawar besar bisa muncul salah satu karena ada kesepakatan di antara pembeli atau dengan cara lain. Ini juga mesti dicari, kalau memang bicara persaingan usaha tak sehat.

Ketiga, apakah perusahaan terduga mengambil margin besar termasuk persaingan tak sehat? Jika ya, mestinya ada patokannya. Jika kemudian terbukti, aparat juga harus merazia untuk meneliti semua beras lokal yang dijual dengan harga yang tinggi di atas patokan umum, sebab kata Mentan, 90% beras adalah bersubsidi.

Itu sedikit yang terpikir tentang persaingan usaha, bukan aspek lain.

Wallahua’lam

dedenew506

Kasus beras ..

Setelah membaca dari berbagai sumber, ada beberapa masalah yang terkait.

Tentang dugaan persaingan usaha tidak sehat, bisa masuk pada sanksi non pidana, seperti kasus monopoli taksi di Bandara Juanda, yang pengelola harus memberi kesempatan perusahaan lain mengoperasikan taksi (meski kenyataannya tarifnya masih lumayan tinggi dibanding jika memakai argometer). Nanti dibuktikan dalam sidang oleh KPPU, apakah praktik yang dilakukan “mengancam” bisnis perusahaan lain, sejauh mana tergolong pelanggaran, dan hal lain dalam konteks persaingan usaha. Di luar kasus itu, bagaimana dengan mie instan misalnya? (Di negara lain, perusahaan yang secara faktual menguasai pasar bisa sampai harus dipecah perusahaannya).

Tentang pemalsuan informasi kandungan nutrisinya, bisa kena pidana. Produsen mengatakan yang diinformasikan adalah AKG, tinggal dibuktikan dalam proses hukum.

Kalau masalah harga jual terkait dengan pemakaian varietas yang disubsidi bisa kena pidana karena ada ketentuannya. Perlu pembuktian. Tapi juga jadi pertanyaan, apakah subsidi sisi input (sampai puluhan triliun) dilakukan dengan betul praktiknya. Lalu siapa yang mengurusi ini?

Untuk pemalsuan ketentuan istilah premium, ini lumayan debatable, karena produsen menggunakan parameter SNI yang dikatakan lebih pada tampilan fisik (apapun jenis varietas yang dipakai), bukan parameter varietas seperti yang dipakai Deptan. Saksi ahli akan punya peran penting di persidangan.

Kelima hal itu atau beberapa atau bertambah masalahnya, akan masuk dalam proses hukum.

Lalu apakah pengungkapan kasus ini juga ada nuansa persaingan politik?

Kalau melihat perjalanan hukum beberapa kasus mulai BG, AS, BW, SN, DI, E-KTP, NB, Pengembalian Kerugian RSSW, dan sederet masalah korupsi, rasanya ada juga “bau” itu. Dengan bahasa sederhana, ada “saling buka kasus” dan “saling tutup” satu dengan yang lain.

Mafia? Ya ada yang hilang dan bisa muncul yang lain meski tak harus tampak sebagai mafia. Yang terpenting bisa menghidupi “mesin bisnis dan politik”? Siapa pelakunya? Ya bisa siapa saja.

Saya paling mendukung diberantasnya mafia.

Wallahua’lam ..

Saya setuju pernyataan Mentan, jadi mari Pak semua diawasi, karena di pasaran sangat banyak yang di atas harga itu. Beri patokan harga tertinggi misalnya Rp. 10.000/kg di konsumen. Lalu harga dari petani naikkan, petani makmur. Kalau nanti sedikit yang mau dagang beras, badan usaha pemerintah yang berperan (secuplik gagasan dasar yang intinya mendukung sistem dan mekanisme agar manfaat ekonomi perberasan bisa terdistribusi seadil mungkin)

Gimana? Saya dukung 1000% membuat kebijakan yang revolusioner ..

“Amran menambahkan, 90 persen beras yang beredar di Indonesia adalah varietas IR 64 atau kandungan beras bersubsidi. Maka, harga beras di Indonesia harusnya tak lebih dari Rp9.000 per kilogram di seluruh Indonesia. Amran pun berjanji pihaknya akan lebih tegas mengawasi hal ini agar harga beras tetap stabil.”

FB_IMG_1501087468067

 

Utang pemerintah: segawat apa?

Sebelum masuk ke situ, sekedar info bahwa untuk jumlah utang luar negeri, lebih banyak dimiliki swasta. Tapi mengapa tak ramai dibicarakan? Karena masyarakat sebagai pembayar pajak tak langsung terlibat membayar.

Berarti bisa terlibat tak langsung? Ya, kalau kita beli produk perusahaan yang berutang luar negeri, hampir bisa dipastikan kita “ikut” bayar karena kewajiban pembayaran utang akan dibebankan juga melalui harga produk.

Untuk utang pemerintah beberapa hal yang menurut saya perlu digarisbawahi

Pertama, rasio utang luar negeri terhadap GDP tergolong rendah. Angka ini menurun sejak masa Presiden SBY. Angka tepatnya bisa berbeda antar sumber publikasi, tapi kemarin saya lihat di publikasi Bank Indonesia sekitar 30 persen.

Kedua, salah satu yang penting adalah defisit keseimbangan primer pada APBN pemerintah yang terjadi sejak 2012. Defisit ini muncul karena penerimaan pajak dikurangi pengeluaran (tak termasuk pembayaran bunga utang) angkanya negatif. Salah satu artinya adalah bahwa pembayaran bunga utang pemerintah dibiayai sepenuhnya dari utang, gali lubang tutup lubang (catatan: saya belum menghitung rasio defisit ini).

Ketiga, melihat rasio pembayaran utang luar negeri terhadap pendapatan ekspor dan sumber autonomus lain (transaksi berjalan) masih cukup tinggi. Artinya kemampuan perolehan devisa terutama ekspor untuk menutup kebutuhan pembayaran utang luar negeri, perlu perhatian.

Jadi simpulannya, sampai saat ini ada sisi dengan wajah bagus, ada bagian lain dengan wajah perlu perhatian khusus. Kalau dilihat dari APBN kurang bagus, sedangkan dilihat secara makro adalah termasuk cukup aman.

Tapi tetap perlu kontrol semua pihak, termasuk untuk rencana utang ke depan dan peruntukannya, dan terutama bagaimana membalik defisit keseimbangan primer APBN menjadi surplus tanpa mengorbankan karakter ekspansi fiskal, memaksimalkan kualitas dan produktivitas proyek yang dibiayai utang, menaikkan ekspor, membuat dana yang “parkir” di luar masuk ke dalam perekonomian, dan menekan angka korupsi termasuk praktik rent-seeking serta markup yang lumayan “mendarah daging” ..

Wallahua’lam

Oleh Bung Ghi Biro Surabaya
Gamabr oleh Patsus Dede Sherman dan Patsus Citox

Share.

6 Komentar

  1. Sebagai anak petani, saya merasakan betul bagaimana rasanya jika gabah semsetinya dihargai sebagaimna mestinya

    *kok ada tanda MIlitary inteligence di map banjir yak…….kikikik

  2. sekedar memberi info..disini beras betet (entah lebih premium mana dengan yg “itu”), 10kg di jual sekitar 130ribu-an..
    klo harga di tangan penjual akhir jadi mahal..toh akhirnya akan berlaku hukum, klo emg kemahalan dan rakyat ndak mampu..pasti akan beli yang lebih murah dan yang mahal2 itu akhirnya akan tersingkir..

  3. Bersainglah secara sehat dimana harga tdk mesti menjadi acuan tapi kualitas dan pelayanan jg yg dicari. Hukum ekonomi akan tetap berjalan oleh krn seharusnya yg ditindak adlh olighorpolynya bukan persaingannya yg dirusak. Tengkulak pasti tdk akan bisa bersaing sehat krn kurang inovasi dan cenderung sgt mengandalkan KKN utk melindungi bisnis mereka dan malah akan merugikan petani krn selalu membeli gabah dari petani lbh rendah dari yg lainnya.

  4. pemburu rajawali on

    Hehehe.. Kartel Beras,cabai,Garam jg daging sdg panas dingin krn sumber uangnya tergerus oleh si Beras Elite!

    Jika mrk membeli Gabah lbh besar dari harga Bulog kenapa Heboh? Toh produk mrk menyasar kalangan mi-high class kok!! Coba jujur saja lah!! Beras impor itu kualitas KW berapa? Silahkan telisik KPK dibalik kasus Makyuss dan kartel sembako!! Jika jeli maka akan bermuara ke sebuah kantor di Mega kuningan

Leave A Reply